TES PSIKOLOGI

Get Started. It's Free
or sign up with your email address
TES PSIKOLOGI by Mind Map: TES PSIKOLOGI

1. TES KELOMPOK DAN KONTROVERSI DALAM TES KEMAMPUAN

1.1. Bias tes didefinisikan sebagai validitas diferensial interpretasi skor tes untuk setiap subkelompok peserta yang dapat diidentifikasi dan relevan.

1.2. Scarr dan Weinberg mempelajari dampak pengayaan lingkungan: Mereka menemukan bahwa anak-anak Afrika Amerika yang diadopsi oleh keluarga-keluarga kulit putih kelas menengah atas menunjukkan IQ di atas rata-rata.

2. 6.a TES KELOMPOK DAN KONTROVERSI DALAM TES KEMAMPUAN

2.1. Pengujian adil budaya merupakan abstraksi ideal yang tidak pernah tercapai di dunia nyata. Bahkan makna tes itu sendiri dapat berbeda di antara kelompok-kelompok budaya, yang akan mempengaruhi validitas perbandingannya.

2.2. Tes kelompok berbeda dengan tes indiviual dalam lima hal: format pilihan ganda versus berakhiran terbuka, pemberian skor objektif dengan menggunakan mesin versus pemberian skor oleh penguji, pengukuran kelompok versus indiviual, penerapan penyaringan versus perencanaan perbaikan, dan sampel standarisasi yang sanagat besar versus sekedar besar.

3. 5.b TEORI DAN TES INDIVIDUAL INTELEGENSI SERTA PRESTASI

3.1. Untuk tujuan estimasi intelegensi umum, instrumen terkemuka manapun dengan norma yang baik dapat digunakan. Namun, untuk tujuan pengukuran individu, penguji perlu memikirkan kekuatan dan kelemahan khusus dari instrumen potensial tersebut.

3.2. Meskipun sulit didefinisikan, ketidakmampuan belajar dapat diartikan sebagai deskripsi antara kemampuan umum dan prestasi spesifik, meskipun definisi tersebut tak lagi berlaku.

4. TEORI DAN TES INDIVIDUAL INTELEGENSI SERTA PRESTASI

4.1. Faktor bisa dipresentasikan sebagai sumbu refrensi geometris dan muatan setiap variabel dalam tiap faktor bisa dipetakan di dalamnya. hal ini memungkinkan peneliti memvisualisasikan lokasi setiap variabel pada dua atau tiga faktor yang paling penting.

4.2. Teori intelegensi pertama diajukan pada akhir tahun 1800-an yang menekan pada kejataman sensori. Sir Francis Galton dan J. McKeen Cattell percaya bahwa intelegensi ditunjang oleh kemampuan sensoris yang tajam.

5. VALIDITAS DAN PENGEMBANGAN TES

5.1. Konstruksi tes terdiri dari enam tahapan yang saling berkaitan: mendefinisikan tes, memilih metode scaling, membuat soal-soal, merevisi tes, dan mempublikasikan tes.

5.2. Tes harus disesuaikan bagi pengguna tes agar dapat diterima secara luas oleh para psikolog dan pendidik.

6. VALIDITAS DAN PENGEMBANGAN TES

6.1. Secara tradisional, cara yang berbeda dalam mengakumulasi bukti validitas telah dikelompokkan dalam tiga kategori: validitas isi, validitas kriteria, dan validitas konstruk. Namun, validitas adalah sebuah konsep kesatuan dan studi empiris manapun akan berkaitan dengan validitas tes.

6.2. Perspektif yang baru, lebih luas, dan fungsional atas validitas tes menegaskan bahwa suatu tes dianggap valid jika memenuhi tujuan untuk apa digunakan.

7. 1.a. APLIKASI DAN KONSEKUENSI TES PSIKOLOGI

7.1. Tes dapat diartikan sebagai suatu prosedur standar untuk membuat sampel perilaku dan menggambarkannya dengan kateogori-kategori atau skor-skor

7.2. Tes selalu berupa sampel perilaku, tidak pernah merupakan totalitas dari sesuatu yang ingin diukur penguji.

7.3. Dalam tes rujukan-norma, skor tes peserta diinterpretasikan dalam kaitannya dengan skor-skor yang diperoleh orang lain pada tes serupa.

8. 1.b APLIKASI DAN KONSEKUENSI TES PSIKOLOGI

8.1. seperti halnya seluruh aktivitas profesional psikolog, pemberian tes dipandu oleh standar etis dan profesional. Penggunaan tes yang bertanggung jawab ditetapkan dengan pedoman tertulis yang diterbitkan oleh asosiasi-asosiasi profesional seperti American Psychological Association dan kelompok-kelompok lain.

8.2. Standar perawatan umum adalah yang bersifat biasa, lazim, atau masuk akal. memenuhi standar perawatan berarti bahwa psikolog harus berhenti menggunakan tes yang sudah kuno, terutama jika edisi baru telah tersedia.

8.3. Pedoman lain untuk pekasanaan tes yang bertanggung jawab termasuk penulisan laporan yang bijaksana dan efektif, serta pemberian umpan balik yang reflektif dan sensitif kepada peserta tes di mana kesalahan konsepsi mereka diluruskan dengan hati-hati.

9. SEJARAH TES PSIKOLOGI

9.1. Bentuk-bentuk dasar tes berawal pada tahun 2200 SM di Cina. pada kaisar cina menggunakan ujian tertulis yang sangat melelahkan untuk menyeleksi pejabat-pejabat pelayanan sipil.

9.2. Tes psikologi modern bermula pada era psikologi instrumen kuningan yang berkembang di eropa selama akhir dekade 1800-an. dengan mengetes ambang batas sensori dan waktu reaksi, para pelopor pengembang tes seperti Sir Francis Galton mendemonstrasikan bahwa adalah mungkin mengukur pikiran dengan cara yang objektif dan bisa diulang

10. SEJARAH TES PSIKOLOGI

10.1. Tes-tes intelegensi nonverbal dikembangkan pada awal 1900-an untuk memudahkan pengujian para imigran yang tidak mampu berbahasa inggris.

10.2. Pada tahun 1916, Lewis Terman merilis Stanford-Biner, suatu revisi skala Binet. Tes yang dirancang dengan baik dan dinorma dengan cermat ini akhirnya memberikan pijakan kokoh bagi pengujian intelegensi.

11. NORMA DAN REABILITAS

11.1. Kelompok norma terdiri dari sampel para peserta ujian yang merupakan perwakilan populasi yang menjadi sasaran tes tersebut. Distribusi frekuensi berguna dalam menggambarkan distribusi skor tes dalam interval-interval skor tertentu dari suatu kelompok norma.

11.2. Norma lokal dan subkelompok dapat bermanfaat jika suatu subkelompok yang telah diidentifikasi memiliki kinerja yang lebih baik atau lebih buruk pada suatu tes ketimbang sampel standarisasi yang ditetapkan secara lebih luas.

12. NORMA DAN REABILITAS

12.1. Dalam tes psikologi, reabilitas merupakan sifat konsistensi pengukuran. beberapa pengukuran perilaku memiliki reabilitas sempurna--beberapa tingkat inkonsistensi hampir selalu ada dalam setiap pengukuran. Reabilitas harus dipandang sebagai kontinum.

12.2. Pendekatan konsistensi internal terhadap reabilitas mencakup reabilitas belah separuh, di mana skor-skor pada dua belahan tes saling dikorelasikan, dan koefisien alfa, yang dapat dianggap sebagai mean seluruh kemungkinan koefisien belah separuh.