
1. Etiologi Urolithiasis
1.1. faktor pembentukan
1.1.1. faktor endogen : genetik, familiar, hypersistinuria, hyperkalsiuria, hiperoksaloria
1.1.2. faktor eksogen : lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi, kejenuhan minareal dalam air minum
1.2. jenis batu
1.2.1. batu struvit (campuran dari magnesium, ammonium dan fosapat)
1.2.2. kalkulus staghorn (batu ukuran besar)
2. Tanda dan Gejala Urolithiasis
2.1. nyeri perut bagian bawah -> dikarenakan batu yang menyumbat urete, pelvis renalis maupun tubulus renalis
2.2. mual
2.3. muntah
2.4. perut menggelembung
2.5. demam
2.6. mengigil
2.7. sering berkemih
3. Patofisiologi Urolithiasis
3.1. faktor pendukung
3.1.1. faktor lingkungan : letak geografis dan iklum
3.1.2. cormobidity : seperti ada riwayat hipertensi, asam urat dan kolesterol serta diabetes
3.1.3. umur : desasa lebih sering terjadi dibandingkan usia tua
3.1.4. riwayat keluarga : berkaitan dengan karena adanya peningkatan produksi mucoprotein pada ginjal atau kandung kemih yang membentuk kristal dan menjadi batu
3.1.5. jenis kelamin : lai laki 70-81% lebih beresiko dibandingkan perempuan 47-60%
3.1.6. cairan : intake minum kurang dari 1 liter perhari. konsumsi alkohol juga lebih beresiko
3.1.7. kebiasaan diet : inate makanan yang tinggi sodium dan oksalat, tinggi lemak, protein, gula, karbohidrat yang tidak bersih, ascorbic acid, BMI yang tinggi
3.1.8. pekerjaan : pekerjaan dengan aktifitas fiisik kurang lebih beresiko tinggi dibandingkan yang kurang aktifitas fisik (kurang dari 150menit/minggu)
3.2. proses terjadinyaa : perjalanan batu dari ginjal ke saluran kemih sampai dengan kondisi statis kemudian mengakiatkan menurunnya volume urine sehingga mengakibatkan infeksi hingga kekurangan intake cairan
4. Penatalaksanaan Urolithiasis
4.1. tujuan
4.1.1. menyingkirkan batu
4.1.2. menentukan jenis batu
4.1.3. mencegah penghancuran nefron
4.1.4. mengkontrol infeksi
4.1.5. mengatakasi obstruksi yang mungkin terjadi
4.2. Jenis
4.2.1. Agen disolusi
4.2.1.1. Nefrostomy
4.2.1.2. DJ Stent
4.2.2. Non Invasif
4.2.2.1. Cystolithotripsi
4.2.2.2. Percoutaneous Nephrolitotomy
4.2.2.3. URS (urotetrorenoscopy)
4.2.2.4. ESWL ( Extracorporeal Shock Wave Lithotrispsy)
4.2.2.4.1. pengertian : prosedur untuk mengatasi penyakit batu ginjal dengan menggunakan gelombang keju
4.2.2.4.2. hal yang harus diketahui sebelum prosedur
4.2.2.4.3. screening
4.2.2.4.4. prosedur (berlangsung 45-60menit)
4.2.2.4.5. paska tindakan
4.2.2.4.6. komplikasi
4.2.3. Pembedahan
4.2.3.1. Nefrolithotomi
4.2.3.2. Nefroktomi
4.2.3.3. Pyelolithotomi
4.2.3.4. Uretolithotomi
4.2.3.5. Sistolithotomi
4.3. Prinsip
4.3.1. BSKatas berdasarkan komposisi batu, ukuran batu dan symstom
4.3.2. Terapi simpomatik
4.3.3. Drainase dan terapi definitif
4.3.4. NSAID
4.3.5. NSAID dan pemberian obat nyeri spasmodik
4.4. tata laksana
4.4.1. konservatif
4.4.1.1. batu kaliks : observasi sampai tahunan bia terdapat pertambahan ukuran baru, observasi perlu diperpendek, intervensi disarankan apabila baru bertambah ukurannya lebih dari 5 mm
4.4.1.2. tidak ada komplikasi infeksi, nyeri rerakter, penurunan fungsi ginjal, keluhan anatomi urether
4.4.1.3. dalam 40hari observasi aman
4.4.1.4. ukuran kurang dari sama dengan 4 mm
4.4.2. Fakmakologis
4.4.2.1. komposisi batu
4.4.2.2. pelarut batu menajdi faktor penentunya apakah abtu asam urat : alkaanisasi dengan sodium bikarbonat oral, potasssium bikarbonat, potasium sitrat atau bukan
4.4.2.3. ada komplikasi nyeri, infeksi, refrakter, penurunan fungsi ginjal
4.4.2.4. kelainan anatomi urether
4.4.2.5. kolkasi batu (ureter distal) bisanya terjadi karena efek dari beta blocker
4.4.2.6. ejakuasi retrograd
4.4.2.7. hipotensi
4.4.3. terapi secara aktif, indikasi
4.4.3.1. pertambahan ukuran baru
4.4.3.2. pasien resiko tinggi terjadinya pembentukan batu
4.4.3.3. obstruksi yang disebabkan oleh batu
4.4.3.4. batu dengan infeksi saluran kemih
4.4.3.5. baru dengan gejala nyeri atau hematuria
4.4.3.6. ukuran baru lebih dari 15mm atau kurang dari 15 mm jika observasi bukan merupakan pilihan terapi
4.4.3.7. preferensi pasien
4.4.3.8. komorbiditas
4.4.3.9. keadaan sosial pasien (tveling/profesi)
4.4.4. pilihan prosedur aktif
4.4.4.1. faktor penghambat
4.4.4.1.1. batu resisten terhadap gelombang kejut (kalsium oksalat monohidrat, sistin atau brushite)
4.4.4.1.2. sudut infudibulum-pelvis yang curam
4.4.4.1.3. kaliks inferior yang padang >10mm
4.4.4.1.4. infudibulum yang sembih <5mm
4.4.4.1.5. Jarak kulit dengan baru yang jauh >10cm
4.4.4.2. tatalaksana
4.4.4.2.1. PNL (Nefromlitototmi Perkutan)
4.4.4.2.2. Ureterorenoskopi : indikasi
4.4.4.2.3. operasi terbuka: indikasi
4.4.4.2.4. kosensus: indikasi
4.4.5. terapi endourologi
4.4.6. terapi operasi terbuka
5. Asuhan Keperawatan pada pasien Urolithiasis
5.1. pengkajian
5.1.1. identitas pasien
5.1.2. riwayat penyakit sekarang : kelihan saat ini
5.1.3. riwayat penyakit sebelumnya
5.1.4. riwayat penyakit keluarha : adanya riwayat penyakit yg sama pada keluarga
5.1.5. pola aktifitas dan istirahat
5.1.6. sirkulasi
5.1.7. pola eliminasi
5.1.8. pola makan dan cairan
5.1.9. nyeri atau ketiknayamanan
5.1.10. keamanan
5.1.11. pemeriksaan fisik
5.1.11.1. kesadaran
5.1.11.2. obervasi tanda tanda visit: biasanya takikardi akrena nyeri
5.1.11.3. IMT
5.1.11.4. Inspeksi
5.1.11.5. Palpasi
5.1.11.6. Perkusi
5.1.11.7. Akuskultasi : bising urus
5.1.12. pemeriksaan diagnostik
5.1.12.1. urine lengkap
5.1.12.2. pemeriksaan darah
5.1.12.3. analisa batu
5.2. diagnosa keperawatan
5.2.1. nyeri akut b.d kontraksi uretra
5.2.1.1. rasional adanya urolithiasis menyebabkan obstruksi sehingga terjadi hambatan aliran urine kemudian meneyebabkan peningkatan cairan pada urether dan pelvis ginjal
5.2.2. resiko defisit volume cairan b.d gangguan mekanisme pengaturan
5.2.2.1. rasional : urolitiasis menyebabkan penuruanan aliran urine sehingga terjadi peningkatan iritabilitas mukosa ureter terjadilah lesi dan inflmasi yang juga meningkat kemudian terjadi robekan vaskuler dn hematuraia
5.2.3. perubahan eliminasi
5.2.3.1. rasional : uolithiasis menyebabkan obstuski saluran kencing sehingga adanya gesekan batu pada mukosa saluran lemih yang menyebabkan trauma saluran kemih sehingga terjadi iritasi dan hematuria
5.2.4. resiko infeksi b.d tindkan invasive
5.2.4.1. rasional : urolithiasis menyebabkan obstruksi dikarenakan pemasangan kateter
5.3. intervensi dan implementasi
5.3.1. managemen nyeri
5.3.1.1. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya memberitahu perawat tentang karakteristik nyeri
5.3.1.2. Beri tindakan kenyamanan seperti menggosok punggang.Beri lingkungan yang tenang
5.3.1.3. Berikan kompres hangat ke punggung.Bantu dan dorong menggunakan nafas tetfokus, terpandu,imginasi dan aktivitas pengalihan
5.3.1.4. Catat laporan nyeri perut yang meningkat atau menetap
5.3.1.5. Dorong ambulasi sesuai indikasi, meningkatkan asupan cairan 3-4 L/hari dalam toleransi jantung
5.3.1.6. Catat lokasi, durasi, intensitas (Skala 0-10 ), radiasi. Catat tanda-tanda nonverbal peningkatan denyut nadi dan pernafasan
5.3.1.7. kolaborasi pemberian analseik termasuk narkotika, asspasmdik dan pertahankan kateter jika menggunakan
5.3.2. managemen cairan dan elektrolit
5.3.2.1. Catat laporan nyeri perut yang meningkat atau menetap
5.3.2.2. Pantau intake dan output tiap 4 jam dan laporkan ketidakseimbangan
5.3.2.3. Pantau tanda-tanda vital.Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit. Timbang berat badan setiap hari
5.3.2.4. Tingkatkan asupan cairan hingga 3-4L/hari dalam toleransi jantung
5.3.2.5. Kolaborasi pemberiksan cairan intravena, monitor Hb, Ht dan elektrolit
5.3.3. peningkatan eliminiasi urine
5.3.3.1. catat haluran urine dan karakteristik urine
5.3.3.2. Tentukan pola berkemih normal klien dan catat variasinya
5.3.3.3. Dorong peningkatan asupan cairan
5.3.3.4. Saring semua urine. Catat setiap batu yang keluar dan kirim analisis ke laboratorium
5.3.3.5. Palpasi adanya distensi suprarubik, kandung kemih penuh, edema periorbital.
5.3.3.6. Amati perubahan status mental, perilaku, tingkat kesadaran
5.3.3.7. kolabborasi : pertakankan pesaganagan kateter-ureteral, pemeberian obat obatan, pantai lab dan urine. jika perlu persiapan prosedur endoskopi
5.3.4. Kontrol infeksi
5.3.4.1. Observasi tanda-tanda umum dan tanda-tanda vital
5.3.4.2. Kaji tanda-tanda infeksi pada area pemasangan alat invasive
5.3.4.3. Pertahankan teknik aseptic. Mencuci tangan sebelum dan setelah tindakan
5.3.4.4. Kolaborasi : pantai hasil pemeriksaan WBC, RBC< Urine lengkap, pemberian antibiotik
5.4. evaluasi
5.4.1. pemberian kenyamanan bila nyeri
5.4.2. tidak terjadi infeksi
5.4.3. tidak terjadi dehidrasi
5.4.4. berkemih yang terpola
6. Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
6.1. Definisi : Sistem Urinari adalah salah satu sistem yang berhubungan dengan eliminasi
6.2. Organ yang berpengaruh
6.2.1. Sepasang ginjal -> sistem penyaring kotoran dari darah dan membuangnya bersma dengan air dalam bentuk urine.
6.2.1.1. anatomi ginjal
6.2.1.1.1. kuit ginjal (korteks) : penyaring darah dari glomerolus ke brownman hingga masuk ke sumsum ginjal
6.2.1.1.2. sumsum ginjal (medula) : piramid renal didalmnya terdapat lobus ginjal yang digunakan untuk menyaring hingga badan malphigi
6.2.1.1.3. rongga ginjal (pelvis renalis) : bercabang dua atau tiga, tempat menampung urina samapi ke vesika urinaria
6.2.1.2. fisilogi ginjal
6.2.1.2.1. fungsi ginjal
6.2.1.2.2. proses miksi (rangsangan berkemih)
6.2.1.2.3. urine
6.2.2. Sepasang ureter -> yang membawa urine dari ginjal ke verika urinaria (kandung kemih)
6.2.2.1. terdiri dai 2 saluran pipia panjang 25-30cm dengan penampang 0.5 cm
6.2.2.2. lapisan
6.2.2.2.1. dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
6.2.2.2.2. lapisan tengan otot polos
6.2.2.2.3. lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
6.2.3. vesika urinaria (kandung kemih)
6.2.3.1. bentuk : mengembang dan mengempis seperti balon karet
6.2.3.2. letak di belakang simfisis pubis
6.2.3.3. bagian
6.2.3.3.1. fundus : bagian mengedap ke arah belakang dan bawah, bagian terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostate
6.2.3.3.2. korpus : bagian antara seminalis dan prostae
6.2.3.3.3. verteks : bagian yang maju ke arah muka dan berhubungan dengan gamebtum vesika umbilikasis
6.2.3.4. saraf oleh torako lumbar, krainal dari sistem saraf otonom
6.2.4. Satu urethra -> yang menyalurkan urine ke meatur untuk akhirnya dibuang tubuh
6.2.4.1. bentuk saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih
6.2.4.2. jenis
6.2.4.2.1. laki laki
6.2.4.2.2. wanita
6.3. Tahap pembentukan urine
6.3.1. prose filtrasi : terjadi di glumerolus yaitu penyerapan darah kecuali protein cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowman yagn terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat
6.3.2. proses reabsorbsi : penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium klorida, fosfat dan beberapa karbonat (obligator reabsobsi yang terjadi pada tubulus atas)
6.3.3. augmentasi : urine tebawa ke pelvis renalis lalu dibawa ke urether lalu dikeluarkan tubuh oleh urethra
7. Definisi Urolithiasis
7.1. masa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi (sjabani:2006)
7.2. ditemukan : mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, urether, buli-buli dan ureter, tubuli ginjal
8. Komplikasi Urolithiasis
8.1. gagal ginjal : kerusakan neuron dan pembuluh darah akibat suplai oksigen terhambat
8.2. infeksi : akibat perkembagaan mikoorganisme pada saluran kemih
8.3. hidronefrosis : karena urin tertahan dan menumpuk di ginjal
8.4. avaskuler iskemmia : aliran darah ke jaringan berkurang sehingga kematian jaringan
9. Pemeriksaan Diagnostik dan pemeriksaan fisik Urolithiasis
9.1. pemeriksaan fisik
9.1.1. pemeriksaan vital sign : baisanya mincul takikardi dan hipertensi akibat nyeri
9.1.2. pemeriksan fisik spesifik
9.1.2.1. inspeksi : terlihat pembesaran pada daerah penggan atau abdomen sebelah atas yang memungkinkan terjadinya hidronefrosis
9.1.2.2. palpasi : Pemeriksaan abdomen sebelah atas kiri/kanan atau Sudut kosto vertebre (CVA) didapatkan nyeri tekan. Pemeriksaan bimanual dengan memakai kedua tangan di area regio flank atau dikenal dengan test Ballotement di temukan pembesaran ginjal yang teraba disebut Ballotement positif
9.1.2.3. Perkusi : Nyeri ketok pada Sudut kosto vertebre (CVA) yaitu sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra
9.1.2.4. auskultasi : Pada Sudut kosto vertebre (CVA), jika terdengar bunyi bruit (bising) pada area aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah keginjal (stenosis arteri ginjal)
9.2. pemeriksaan diagnostik
9.2.1. laboratorium
9.2.1.1. tes darah lengkap dan kimia, fungsi ginjal ada penurunan
9.2.1.2. urinalis : terlihat eritrosituri, lekosituria, hematuria, kadar PH urin, BUN dan adanya sedimen urin
9.2.2. radilogi
9.2.2.1. BNO (Foto polos abdomen) : adanya kalkuli ataun perubahan anatomi pada aera ginjal maupun sepanajng urether
9.2.2.2. IVP (Intra Vena Pielografi) : informasi didapatnya ukuran, lokasi dan kepadatan batu, lingkungannya anatomi dan derajat obstruksi, fungsi dan anomali
9.2.2.3. USG : salah satu pemeriksaan darar dari urolithiasis
9.2.2.4. CT Scan : menghasilkan gambar yang lebih jelas tentang ukuran dan lokasi batu
9.2.2.5. Sistoureteroskopi : viuaslisasi langsung kandung kemih dan urether
9.2.2.6. Magnetic Resonance Urography (MRU) alternatif CT Scan untuk anak anak dan ibu hamil