SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
by Delva Anjay
1. 2.4 Fungsi Bahasa Indonesia dalam Konteks Ilmiah Dalam tulisan ilmiah, bahasa sering diartikan sebagai tulisan yang mengungkapkan buah pikiran sebagai hasil dari pengamatan, tinjauan, penelitian yang saksama dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu, menurut metode tertentu, dengan sistematika penulisan tertentu, serta isi, fakta, dan kebenarannya dapat dibuktikan dan dapat dipertanggungjawabkan. Bentuk-bentuk karangan ilmiah identik dengan jenis karangan ilmiah, yaitu makalah, laporan praktik kerja, kertas kerja, skripsi, tesis, dan disertasi. Dalam penulisan ilmiah, bahasa merupakan hal yang sangat penting, karena itu kita harus sebaik mungkin menggunakannya
2. Penggunaan bahasa Melayu sebagai lingua franca atau bahasa pergaulan bagi suku-suku di wilayah nusantara dan orang-orang asing yang datang ke wilayah nusantara dibuktikan dalam berbagai temuan prasasti dan sumber-sumber dokumen. Dari dokumen-dokumen yang ditemukan diketahui bahwa orang-orang Cina, Persia dan Arab, pernah datang ke kerajaan Sriwijaya di Sumatera untuk belajar agama Budha. Pada sekitar abad ke-7 kerajaan Sriwijaya merupakan pusat internasional pembelajaran agama Budha, dan negara yang terkenal sangat maju perdagangannya. Kala itu, bahasa Melayu merupakan bahasa pengantar dalam pembelajaran agama Budha dan perdagangan di Asia Tenggara. Bukti-bukti yang menyatakan hal itu adalah prasasti-prasasti yang ditemukan di Kedukan Bukit di Palembang (683 M), Talang Tuwo di Palembang (684 M), Kota Kapur (686 M), Karang Birahi di Jambi (688 M). Prasasti-prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari dan berbahasa Melayu Kuno. Bahasa Melayu Kuno ternyata tidak hanya dipakai pada masa kerajaan Sriwijaya saja karena di Jawa Tengah (Ganda Suli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu kuno.
3. 1.3 Tonggak Sejarah Bahasa Indonesia
4. Sejarah bahasa Melayu yang telah lama menjadi lingua franca tampak makin jelas dari peninggalan-peninggalan kerajaan Islam, antara lain tulisan pada batu nisan di Minye Tujah, Aceh (tahun 1380 M) dan karya sastra abad 16-17, misalnya syair Hamzah Fansuri yang berisi hikayat raja-raja Pasai dan buku Sejarah Melayu, yaitu Tajussalatin dan Bustanussalatin. Selanjutnya, bahasa Melayu menyebar ke seluruh pelosok nusantara bersama dengan menyebarnya agama Islam di wilayah.
5. Ikrar para pemuda itulah yang menjadi penyemangat muncul gerakan persatuan rakyat untuk mencapai kemerdekaan, yang akhirnya membuahkan hasil berupa kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Satu hari setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, bahasa Indonesia secara yuridis-formal diakui sebagai bahasa resmi negara dan bahasa persatuan bangsa.
6. Peristiwa-peristiwa penting merupakan tonggak sejarah bahasa Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut. Tahun 1801 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat Melayu. Tahun 1908 pemerintah kolonial Belanda mendirikan sebuah badan penerbit buku- buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka.
7. 1.4 Lahirnya Bahasa dan Sastra Indonesia Ada orang yang berpendapat bahwa bahasa dan sastra Indonesia baru ada tahun 1945, 1933, 1928, 1920, 1908 dan seterusnya. Yang menyatakan tahun 1945 oleh karena resmi dicantumkan dalam UUD, barulah tahun 1945, yakni dalam UUD 45 bab XV, pasal 36, yang berbunyi: “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Jadi secara resmi memang baru tahun 1945-lah ada bahasa Indonesia sebab baru itulah ada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
8. Peristiwa-peristiwa lain yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia di era kemerdekaan sampai saat ini, antara lain sebagai berikut. 1. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1954 merupakan salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus- menerus menyempurnakan bahasa Indonesia baik dalam kedudukannya sebagai bahasa kebangsaan maupun sebagai bahasa bahasa negara. 2. Peresmian penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) pada 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia H. M. Soeharto, dalam pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972. 3. Penetapan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan pada 31 Agustus 1972 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Mulai saat itu pedoman tersebut berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Momentum tersebut dikenal sebagai Wawasan Nusantara. 4. Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. 5. Kongres bahasa Indonesia IV yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21- 26 November 1983. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin. 6. Kongres bahasa Indonesia V di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 3 November 1988 yang dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari dalam negeri dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. 7. Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1993 yang diharidi 770 pakar bahasa Indonesia dalam negeri dan 53 peserta tamu dari Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serika
9. Ejaan Republik Ejaan Republik diresmikan 19 Maret 1947 menggantikan ejaan Van Ophuijsen. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi karena dibuat oleh sebuah tim yang dipimpin Mr. Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu: 1) Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb. 2) Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb. 3) Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke- barat2-an. 4) Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya. Ejaan Melindo (Melayu Indonesia) Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Perkembangan politik yang kurang baik selama tahun-tahun berikutnya menjadikan ejaan ini urung digunakan. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia dibakukan. EYD untuk bahasa Indonesia digunakan mulai 1972, sedangkan untuk bahasa Malaysia digunakan mulai 1973. Ciri-ciri khusus EYD, antara lain perubahan huruf tj menjadi c, ch menjadi kh, dj menjadi j, nj menjadi ny, sj menjadi sy, dan pembakuan penulisan kata depan dan awalan.
10. 2. Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia 2.1 Fungsi Bahasa Dipandang dari Penggunaan Fungsi bahasa dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu fungsi bahasa secara umum dan secara khusus. Dalam literatur bahasa, fungsi bahasa dipandang dari penggunaannya dirumuskannya sebagai berikut. a. Fungsi bahasa secara umum Secara umum bahasa mempunyai empat fungsi, yaitu sebagai: (1) alat untuk mengungkapkan perasaan atau mengekspresikan diri, (2) alat komunikasi, (3) alat berintegrasi dan beradaptasi sosial, dan (4) alat kontrol sosial. Fungsi pertama bermakna bahwa dengan bahasa kita mampu mengungkapkan gambaran, maksud, gagasan, dan perasaan. Melalui bahasa kita dapat menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam hati dan pikiran kita. Ada dua unsur yang mendorong kita untuk mengekspresikan diri, yaitu: (a) agar menarik perhatian orang lain terhadap diri kita, dan (b) sebagai bentuk keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi. Fungsi kedua menyatakan bahwa bahasa merupakan saluran maksud seseorang, yang melahirkan perasaan dan memungkinkan masyarakat untuk bekerja sama. Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, berarti memiliki tujuan agar para pembaca atau pendengar yang menjadi sasaran utama perhatian seseorang dapat memahami maksud dan perasaan penulis atau pembicara.
11. b. Fungsi bahasa secara khusus Fungsi bahasa secara khusus adalah sebagai alat untuk: 1. Mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari Manusia adalah makhluk sosial yang tak terlepas dari hubungan komunikasi dengan makhluk sosialnya. Komunikasi yang berlangsung dapat menggunakan bahasa formal dan non formal. 2. Mewujudkan Seni (Sastra) Bahasa dapat digunakan untuk mengekspresikan perasaan melalui karya seni sastra, seperti syair, puisi, cerita, dan lain-lain. Bahasa yang digunakan dalam mewujudkan dan mengekspresikan perasaan dalam karya seni sastra seringkali memiliki makna denotasi atau makna yang tersirat. Dalam hal ini, diperlukan pemahaman yang mendalam agar bisa mengetahui makna yang ingin disampaikan. 3. Mempelajari bahasa- bahasa kuno Dengan mempelajari bahasa kuno, akan dapat mengetahui peristiwa atau kejadian dimasa lampau. Manusia perlu melakukannya untuk mengantisipasi kejadian yang mungkin atau dapat terjadi kembali dimasa yang akan datang, atau hanya sekedar memenuhi rasa keingintahuan tentang latar belakang dari suatu hal. Misalnya untuk mengetahui asal dari suatu budaya dapat ditelusuri melalui naskah kuno atau penemuan prasasti-prasasti. 4. Mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi Dengan jiwa dan sifat keingintahuan yang dimiliki, serta akal dan pikiran yang sudah diberikan Tuhan, maka manusia akan selalu mengembangkan berbagai hal untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia akan selalu didokumentasikan supaya manusia lainnya juga dapat mempergunakannya dan melestarikannya demi kebaikan manusia itu sendiri.
11.1. b. Fungsi bahasa berdasarkan tujuan penggunaan Dipandang dari tujuan penggunaannya, fungsi bahasa juga dapat dibedakan menjadi 5. Menurut Budiman (1987:1), berdasarkan tujuan penggunaannya fungsi bahasa dapat dibedakan menjadi: 1) Fungsi praktis: Bahasa digunakan sebagai komunikasi dan interaksi antaranggota masyarakat dalam pergaulan hidup sehari-hari. 2) Fungsi kultural: Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyimpan, menyebarkan dan mengembangkan kebudayaan. 3) Fungsi artistik: Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan rasa estetis (keindahan) manusia melalui seni sastra. 4) Fungsi edukatif: Bahasa digunakan sebagai alat menyampaikan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. 5) Fungsi politis: Bahasa digunakan sebagai alat untuk mempusatkan bangsa dan untuk menyelenggarakan administrasi pemerintahan.
12. 2.2 Kedudukan Bahasa Indonesia Sesuai ikrar Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, Bahasa Indonesia diangkat sebagai bahasa nasional, dan sesuai dengan bunyi UUD 45, Bab XV, Pasal 36, Bahasa Indonesia dinyatakan sebagai Bahasa Negara. Hal ini berarti bahwa Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Yang dimaksud dengan kedudukan bahasa ialah status relatif bahasa sebagai sistem lambang nilai budaya, yang dirumuskan atas dasar nilai sosialnya; sedangkan fungsi bahasa adalah nilai pemakaian bahasa tersebut di dalam kedudukan yang diberikan.
12.1. a. Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada 25-28 Februari 1975, antara lain, menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan (4) alat perhubungan antarbudaya antardaerah. Dalam fungsinya sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia ‘memancarkan’ nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga dengannya; kita harus menjunjungnya; dan kita harus mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan kita terhadap bahasa Indonesia, kita harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bangga memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya
12.2. Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara Berkaitan dengan statusnya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: a. bahasa resmi negara, b. bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, c. bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan d. bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi. Dalam fungsinya sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar dalam komunikasi resmi. Pidato Presiden di hadapan rakyat Indonesia dalam bahasa Indonesia adalah perwujudan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara. Komunikasi resmi di sekolah dan perguruan tinggi dalam bahasa Indonesia adalah perwujudan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar resmi. Penggunaan bahasa Indonesia dalam Rapat Anggota DPR adalah perwujudan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar perhubungan tingkat nasiona
13. 2.3 Bahasa Indonesia Baku Bahasa Indonesia baku ialah bahasa Indonesia yang digunakan orang-orang terdidik dan yang dipakai sebagai tolak bandingan penggunaan bahasa yang dianggap benar. Ragam bahasa Indonesia yang baku ini biasanya ditandai oleh adanya sifat kemantapan dinamis dan ciri kecendekiaan. Yang dimaksud dengan kemantapan dinamis ini ialah bahwa bahasa tersebut selalu mengikuti kaidah atau aturan yang tetap dan mantap namun terbuka untuk menerima perubahan yang bersistem. Ciri kecendekiaan bahasa baku dapat dilihat dari kemampuannya dalam mengungkapkan proses pemikiran yang rumit di berbagai bidang kehidupan dan ilmu pengetahuan. Bahasa Indonesia baku dipakai dalam: a. komunikasi resmi, seperti dalam surat-menyurat resmi, peraturan pengumuman instansi resmi atau undang-undang; b. penulisan ilmiah, seperti laporan penelitian, makalah, skripsi, disertasi dan buku-buku ilmu pengetahuan; c. pembicaraan di muka umum, seperti dalam khotbah, ceramah, kuliah pidato; dan pembicaraan dengan orang yang dihormati atau yang belum dikenal.
14. Sejarah Bahasa Indonesia 1.1 Asal-usul Bahasa Indonesia Bahasa merupakan salah satu unsur identitas suatu bangsa. Begitu pula bahasa Indonesia merupakan salah satu identitas nasional bagi bangsa dan negara Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya satu hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, bersamaan dengan mulai berlakunya Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945
15. Pada abad XV Masehi, berkembang varian baru bahasa Melayu yang disebut sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay atau medieval Malay). Bahasa Melayu varian ini digunakan sebagai bahasa pengantar di wilayah Kesultanan Melaka. Pada periode selanjutnya, bahasa Melayu varian ini disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Tome Pires, seorang pedagang asal Portugis menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Pada masa itu bahasa Melayu Tinggi banyak dipengaruhi oleh kosa kata bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.
16. 1.2 Peresmian Nama Bahasa Indonesia Pada tahun 1928 bahasa Melayu mengalami perkembangan yang luar biasa. Pada tahun tersebut para tokoh pemuda dari berbagai latar belakang suku dan kebudayaan membuat ikrar untuk menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan Indonesia. Ikrar ini dicetuskan melalui Sumpah Pemuda. Ikrar Sumpah Pemuda dilakukan karena perjuangan rakyat yang telah dilakukan bertahun-tahun untuk kemerdekaan belum juga berhasil. Sebab utama gagalnya perjuangan mencapai kemerdekaan karena sifatnya masih kedaerahan. Egoisme suku dan daerah menjadi penghalang munculnya persatuan. Kesadaran itu kemudian memotivasi para pemuda dari berbagai daerah di nusantara untuk berkumpul dan membuat ikrar: Berbangsa satu bangsa Indonesia Bertanah air satu tanah air Indonesia Menjunjung tinggi bahasa persatuan Bahasa Indonesia.
17. Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Pada 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Salah satu hasil kongres itu adalah kesimpulan tentang perlunya usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia yang dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu. Pada 18 Agustus 1945 ditandatangani Undang-Undang Dasar 1945, yang dalam Pasal 36 menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Pada 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik (ejaan Soewandi) sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
18. Bahasa Indonesia sekaligus sebagai bahasa resmi dan bahasa nasional. Banyak negara yang berbeda bahasa resminya dari bahasa nasionalnya. Bahasa Tagalog adalah bahasa nasional di Filipina, tetapi bahasa resminya adalah bahasa Inggris. Di India bahasa nasionalnya adalah bahasa Hindi sedangkan bahasa resminya adalah bahasa Inggris. Di Pakistan bahasa nasional adalah bahasa Urdu sedangkah bahasa resminya adalah bahasa Inggris. Malahan, ada bangsa yang tidak mempunyai bahasa nasional, seperti Swiss, Kanada, dan Belgia. Indonesia termasuk bangsa yang sangat beruntung dan pantas berbangga hati karena dia memiliki bahasa nasional yang sekaligus menjadi bahasa resmi. Di Indonesia tidak pernah terjadi percekcokan atau pertengkaran tentang bahasa nasional dan tidak seperti India yang sering terjadi pertumpahan darah karena persoalan bahasa.
19. 1.5 Perkembangan Bahasa Indonesia Di Era Kemerdekaan Sejak bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi negara pada 18 Agustus 1945 melalui Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 36 bab XV yang berbunyi: “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”, maka bahasa Indonesia mengalami babak baru perkembangannya. Pada 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku di era penjajahan. Dengan demikian, bahasa Indonesia resmi memiliki ejaan sendiri.
20. 1.6 Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia Sejak masa perkembangan awal sampai kini bahasa Indonesia memiliki beberapa jenis ejaan sebagai berikut. Ejaan Van Ophuijsen Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu: 1) Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulai dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa. 2) Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb. 3) Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb. 4) Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
21. Kehati-hatian penggunaan bahasa dalam konteks ilmiah, antara lain, terkait dengan : a. penggunaan ejaan. Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dalam kaidah tulis- menulis yang distandarisasikan, yaitu EYD; yang meliputi pemakaian huruf, penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca. b. penulisan kata, imbuhan, singkatan, dan akronim. Penulisan kata dasar, kata turunan, bentuk ulang, kata ganti, kata depan, kata sandang, gabungan kata, imbuhan, singkatan, dan akronim hendaknya mengikuti kaidah Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBI). Penggunaan partikel lah, kah, tah, pun, misalnya, telah diatur dengan rigid. Partikel lah, kah, tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: Pergilah sekarang! Sedangkan partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Contoh: Jika engkau pergi, aku pun akan pergi. Kata-kata yang sudah dianggap padu ditulis serangkai, seperti andaipun, ataupun, bagaimanapun, kalaupun, walaupun, meskipun, sekalipun. Dalam penulisan singkatan dan akronim. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan jabatan atau pangkat diikuti tanda titik. Contoh: Muh. Yamin, S.H. (Sarjana Hukum ). Singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Contoh: dll. hlm. sda. Yth. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal setiap kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti tanda titik. Contoh: DPR GBHN KTP PT. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Contoh: ABRI LAN IKIP SIM. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital. Contoh: Akabri Bappenas Iwapi Kowani. c. Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut. Contoh: Abad XX dikenal sebagai abad teknologi. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang dipakai berturut-turut. Contoh: Ada sekitar lima puluh calon mahasiswa yang tidak diterima di perguruan tinggi itu. Pemakaian tanda baca, misalnya, tanda titik (.), tanda koma (,), tanda titik dua (:), tanda titik koma (,), tanda hubung, (-) tanda pisah (_), tanda petik (“), tanda garis miring,(/) dan tanda penyingkat atau aprostop (‘) hendaknya mengikuti kaidah-kaidah EYD. d. pemakaian Ragam Bahasa. Berdasarkan pemakaiannya, bahasa memiliki bermacam-macam ragam sesuai dengan fungsi, kedudukan, serta lingkungannya. Ragam bahasa pada pokoknya terdiri atas ragam lisan dan ragam tulis. Ragam lisan terdiri atas ragam lisan baku dan ragam lisan tak baku; ragam tulis terdiri atas ragam tulis baku dan ragam tulis tak baku. Uraian tentang ragam bahasa disampaikan pada bagian selanjutnya. Dalam penulisan ilmiah, selain harus memperhatikan faktor kebahasaan, kita pun harus mempertimbangkan berbagai faktor di luar kebahasaan. Faktor tersebut sangat berpengaruh pada penggunaan kata karena kata merupakan tempat menampung ide. Dalam kaitan ini, kita harus memperhatikan ketepatan kata yang mengandung gagasan atau ide yang akan disampaikan, kemudian kesesuaian kata dengan situasi bicara dan kondisi pendengar atau pembaca.