1. Introduction to Object Relations Theory
1.1. Object relations theory merupakan offspring dari instinct theory miliki Freud, namun terdapat beberapa perbedaan
1.1.1. Object relations theory tidak terlalu menekankan dorongan biologis tetapi lebih menekankan pentingnya pola konsisten dari hubungan interpersonal
1.1.2. Menekankan pentingnya pengaruh maternal (ibu)
1.1.3. Secara umum memandang hubungan antar manusia - bukan sexual pleasure - sebagai motif utama dari perilaku manusia
1.2. Teori ini menspekulasi bagaimana relasi bayi dengan ibunya (baik nyata maupun fantasies) menjadi model bagi semua hubungan interpersonal nantinya
1.3. Porsi penting dari hubungan apapun adalah internal psychic representations dari objek signifikan masa bayi yang diintrojeksikan, lalu diproyeksikan kepada partnernya
2. Psychic Defense Mechanism
2.1. Introjection : bayi berfantasi memasukan persepsi dan pengalamannya dengan objek eksternal kedalam tubuhnya
2.2. projection : fantasi bahwa perasaan-perasaan dan impuls-implus yang sesungguhnya merupakan milik diri sendiri menjadi milik orang dan tidak berada di dalam tubuhnya
2.3. Splitting : memisahkan impuls-imp[uls yang tidak selaras
2.4. Projective Identification : suatu mekanisme pertahanan diri psikis dengan cara memisahkan bagian-bagian diri yang tidak dapat diterima,memproyeksikannya ke obyek lain, dan akhirnya mengintroyeksikannya kembali ke dalam diri dalam bentuk yang berbeda atau terdistorsi.
3. Internalization
3.1. Ego
3.1.1. Ego memiliki kemampuan awal untuk menghayati daya destruktif, mencintai, dan mengelolanya melalui cara splitting, proyeksi, dan introyeksi
3.1.2. Walaupun ego tidak terorganisasikan tetapi ego sudah cukup kuat untuk bisa merasakan kecemasan, menggunakan defense mechanism dan membentuk relasi-relasi objek awalnya dalam fantasi dan realitas.
3.1.3. Ego mulai berkembang ketika bayi merasakan feeding untuk pertama kalinya
3.1.4. Untuk mencegah disintegrasi, ego yang baru muncul harus memisahkan dirinya ke dalam good me dan bad me
3.2. Super Ego
3.2.1. Bersifat lebih kasar dan kejam
3.2.2. Muncul lebih awal dalam kehidupan
3.2.3. Tidak muncul dari Oedipus complex
3.3. Oedipus Complex
3.3.1. Dimulai pada beberapa bulan pertama kehidupan bersamaan dengan tahap oral dan anal, dan mencapai puncaknya pada tahap genital pada sekitar usia 3 atau 4 tahun
3.3.1.1. Female Oedipal Development
3.3.1.1.1. Penis envy berasal dari keinginan anak perempuan untuk menginternalisasi penis ayah dan memperoleh bayi dari ayah
3.3.1.1.2. Anak perempuan mempertahankan attachment yang kuat dengan ibunya sepanjang periode oedipal
3.3.1.2. Male Oedipal Developnent
3.3.1.2.1. Anak laki-laki kecil memandang buah dada ibunya sebagai hal yang baik dan buruk
4. Positions
4.1. Bayi secara konstan berada pada konflik antara insting hidup dan mati
4.2. Untuk menghandle konflik ini bayi mengorganisir pengalaman mereka menjadi positions, yang merupakan cara untuk menangani objek internal dan eksternal
4.3. Posisi ini dapat bergantian atau beralternate, tidak seperti periode waktu atau fase dari perkembangan yang dapat dilalui seseorang
4.4. 1. Paranoid-Schizoid Position
4.4.1. Pada 3-4 bulan pertama, bayi melakukan kontak dengan buah dada baik dan buruk
4.4.2. Pengalaman yang saling beralternate ini dapat mengancam eksistensi dari ego bayi
4.4.3. Bayi memiliki dua keinginan bersamaan, yaitu mengontrol buah dada dengan melahapnya serta merusak buah dada dengan menggigit, merobek, menghancurkan
4.4.4. Dalam upaya mentolerir kedua keinginan ini ego akan membelah untuk mempertahan sebagian dari insting kehidupan serta kematian
4.4.5. Oleh karena itu bayi memiliki ketakutan terhadap persecutory beast (buah dada yang kejam) serta berelasi dengan ideal breast (yang memberi cinta, kenyamanan, kepuasan)
4.4.6. Untuk dapat mengontrol good breast, bayi memiliki paranoid-schizoid position, yaitu cara untuk mengorganisir pengalaman, baik rasa paranoid serta pembagian dari objek internal dan eksternal menjadi baik dan buruk
4.5. 2. Depressive Position
4.5.1. Pada 5-6 bulan, bayi memandang objek eksternal sebagai suatu keseluruhan dan melihat bahwa baik dan buruk bisa terdapat pada seorang individu
4.5.2. Posisi depresi merupakan rasa cemas atas kehilangan objek yang dicintai dan merasa bersalah telah ingin menghancurkan objek tersebut
4.5.3. Dapat diatasi dengan anak berfantasi bahwa ia telah memperbaiki keburukan yang dialami sebelumnya dan menyadari bahwa ibunya tidak akan meninggalkannya dan kembali setelah berpisah
4.5.4. Setelah teratasi, anak menghilangkan pemisahan antara ibu yang baik dan buruk
4.5.5. Pada akhirnya anak pun tidak hanya mengalami kasih sayang ibunya namun dapat menunjukkan cinta pula kepada ibunya
4.5.6. Posisi depresi yang tidak terselesaikan akan menghasilkan kurangnya percaya kepada orang lain, kesedihan yang berlebihan atas kehilangan orang yang dicintai
5. Critique of Object Relations Theory
5.1. Object relations theory lebih populer di UK dibandingkan di US
5.2. Research yang muncul dari object relations theory adalah Bell Object Relations Inventory (BORI)
5.3. Sulit untuk difalsifikasi
5.4. Memiliki kemampuan untuk mengorganisir informasi mengenai perilaku bayi
5.5. Memiliki aspek guide to the practitioner yang standar
5.6. Memiliki internal consistency yang tinggi
5.7. Dalam aspek parsimony, Klein menggunakan penjelasan yang terlalu kompleks
6. Overview
6.1. Object relations theory dibangun dari observasi-observasi yang dilakukan terhadap anak kecil
6.2. Menekankan pentingnya 4-6 bulan pertama kehidupan
6.3. Drives/dorongan dari bayi akan diarahkan ke objek tertentu
6.3.1. Payudara ibu
6.3.2. Penis
6.3.3. Vagina
6.4. Hubungan anak dengan payudara ibu merupakan dasar dari pembentukan relasi anak, perbengaruh terhadap cara berelasi mereka nantinya
6.5. Kecenderungan anak untuk berelasi dengan berbagai objek akan memberikan fantasy pada pengalaman anak dan berpengaruh terhadap hubungan interpersonal mereka nantinya
7. Biography
7.1. Melanie Reizes Klein lahir di Vienna, 30 Maret 1882
7.2. Klein mempercayai bahwa ia anak yang tidak direncanakan
7.3. Merasa direject oleh kedua orang tuanya
7.4. Tumbuh di keluarga yang tidak pro agama maupun anti agama
7.5. Memiliki ikatan special dengan kakak perempuannya, Sidone. Namun ia meninggal ketika Klein berumur 4 tahun
7.6. Sangat dekat dan terikat dengan kakak laki-lakinya, Emmanuel
7.7. Ayahnya meninggal ketika Klein berumur 18 dan Emmanuel meninggal ketika klein berumur 20 tahun
7.8. Menikah dengan Arthur Klein pada usia 21
7.9. Memiliki 3 anak
7.9.1. Melitta, yang berkonflik dengannya dan saling antagonis
7.9.2. Hans
7.9.3. Erich, yang ia terapkan prinsip psychoanalysis Freud pada masa kecilnya
7.10. Bertemu Sandor Ferenczi
7.10.1. Anggota inner circle Freud
7.10.2. Mengenalkan Klein pada psychoanalysis
7.10.3. Dianalysis oleh Ferenczi, dan analysis ini menjadi turning point hidup Klein
7.11. Terkesima dengan prinsip-prinsip Freud
7.12. Berpisah dengan suaminya tahun 1919, lalu membuat praktik psychoanalisis di Berlin dan membuat paper mengenai analysisnya terhadap anaknya, Erich
7.13. Fokus melakukan psychoanalysis terhadap anak kecil
7.14. Tahun 1926 pindah ke London untuk menganalisis anak dari Ernest Jones
7.15. Mempublikasikan buku pertamanya "The Psycho-Analysis of Children)
7.16. Menetap di Inggris hingga kematiannya pada tahun 1927
8. Psychic life of the Infant
8.1. Kesiapan bawaan dari bayi untuk beraksi atau bereaksi menciptakan adanya phylogenetic endowment (bawaan filogenetik)
8.2. Anak bayi memulai kehidupan tidak dengan 'blank state' tapi memiliki inherited predisposition untuk mengurangi anxiety karena konflik instinct hidup dan mati
8.3. Phantasies
8.3.1. Asumsi: Bayi sejak lahir memiliki kehidupan phantasy yang aktif
8.3.2. Merupakan gambaran psikis dari id dan instinct yang tidak disadari
8.3.3. Bayi memiliki gambaran tidak sadar dari "baik" dan "buruk"
8.3.4. Seiring semakin dewasa, phantasy ini akan berlanjut dan memberi dampak pada kehidupan psikis, serta phantasy baru pun akan ikut menyatu
8.4. Objects
8.4.1. Sependapat dengan Freud bahwa manusia memiliki innate drives atau instinct
8.4.2. Dorongan ini memiliki objek
8.4.3. Dari awal, bayi dapat berelasi dengan external object ini, baik secara fantasy maupun realita
8.4.4. Pada fantasi yang aktif bayi mengintrojeksikan, atau mengambil ke dalam struktur psikis dari objek eksternal ini. Bayi menginternalisasikan objek secara konkrit dan fisik
8.4.5. Masing-masing object memiliki kekuatan masing-masing
9. Later Views on Object Relations
9.1. Margaret Mahler's View
9.1.1. Psychology Birth adalah seorang anak bisa menjadi individu yang terpisah dari pengasuh utamanya dan pencapaian ini mendorong muncul kepekaan atas identitas
9.1.2. 3 Tahap Perkembangan
9.1.2.1. Normal Autism (From birth to 3 or 4 weeks)
9.1.2.2. Normal Symbiosis (4th or 5th week of ager - 4 until 5 months)
9.1.2.3. Separation - Individualism (4 or 5 months - 30 until 36 months)
9.1.2.3.1. Differentiation
9.1.2.3.2. Practicing
9.1.2.3.3. Rapprochement
9.1.2.3.4. Libidinal Object Constancy
9.2. Heinz Kohut
9.2.1. Proses dimana diri berevolusi dari citra yang samar dan tidak berdiferensiasi menjadi identitas individu yang jelas dan tepat
9.2.2. Adult caregiver tidak hanya untuk memuaskan kebutuhan fisik tetapi juga untuk kebutuhan psikologis dasar
9.2.3. The self as "the center of the individual's psychology universe"
9.2.4. Bayi secara alami narsistik. Dua kebutuhan dasar narsis
9.2.4.1. Kebutuhan untuk menunjukkan diri megah
9.2.4.2. Kebutuhan untuk memperoleh gambaran ideal dari salah satu atau kedua orang tua
9.3. John Bowlby's Attachment Theory
9.3.1. Keterikatan yang terbentuk selama masa kanak - kanak memiliki dampak penting pada masa dewasa
9.3.2. 3 Tahap Kecemasan
9.3.2.1. Tahap protes, ketika pengasuh mereka pertama kali tidak telihat, bayi akan mengangis, menahan diri untuk menenangkan orang lain dan mencari pengasuh mereka
9.3.2.2. Tahap Keputusaan, saat pemisahan berlanjut, bayi menjadi tenang, sedih, pasif, lesu dan apatis
9.3.2.3. Tahap Pengaturan, bayi menjadi emosional terlepas dari orang lain
9.4. Mary Ainswort and The Strange Situation
9.4.1. Three Attachment Style Ratings
9.4.1.1. Secure
9.4.1.2. Anxious - Resistant
9.4.1.3. Avoidant