KESULITAN MENDATANGKAN KEMUDAHAN

시작하기. 무료입니다
또는 회원 가입 e메일 주소
KESULITAN MENDATANGKAN KEMUDAHAN 저자: Mind Map: KESULITAN MENDATANGKAN KEMUDAHAN

1. Dasar hukum

1.1. Dalam surat al-Baqarah ayat 286 : لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” Dalam surah An-Nissa ayat 28 : يُرِيْدُ اللّٰهُ اَنْ يُّخَفِّفَ عَنْكُمْ ۚ وَخُلِقَ “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

2. KEMUDHARATAN HARUS DIHILANGKAN

2.1. Pengertian

2.1.1. Mudharat secara etimologi adalah berasal dari kalimat"alDharar"  yang  berarti   sesuatu  yang  turun tanpa ada yang dapat menahannya. Al-dharar adalah membahayakan oranglain secara mutlak, sedangkan al-dhirar adalah membahayakan orang lain dengan cara yang tidak disyariatkan.

2.2. Macam-macam kemudhartan

2.2.1. syarat-syarat keadaan darurat  yang  membolehkan  orang  melakukan perbuatan  yang  dilarang (haram) ada 3: 1. Dirinya atau orang lain dalam keadaan gawat yang dikhawatirkan dapat membahayakan nyawanya atau anggota tubuhnya 2.Keadaan  yang  sudah  serius,  sehingga  tidak  bisa  ditunda-tunda Penanganannya, misalnya orang kelaparan blm boleh makan bangkai, kecuali ia telah berada dalam keadaan bahaya lapar yang gawatakibatnya: 3.Untuk   mengatasi   darurat   itu   tidak   ada   jalan   keluar   kecuali melakukan  perbuatan  pelanggaran/kejahatan. Jika  masih  bisa diatasi darurat itu dengan menempuh perbuatan yang mubah. Misalnya orang yang kelaparan yang masih bisa membeli makanan yang halal, maka tidak benarkan makan makanan yang tidak halal (haram) tersebut, karena hasil curian;

2.3. Landasan kaidah

2.3.1. Dasar dari kaidah ini adalah firman Allah: (Q.S al-a’raf : 56)”. (Q.S al-Qashash : 77)”.

3. KAIDAH FIKIH YANG UMUM

3.1. Pengertian

3.1.1. Qawaidul Fiqhiyyah menurut bahasa berarti dasar-dasar yang berhubungan dengan masalah-masalah atau jenis-jenis hukum (fiqh). Sedangkan menurut istilah ahli ushul, qawaidul fiqhiyyah adalah hukum yang biasa berlaku bersesuaian dengan sebagian besar bagian-bagiannya. Kaidah fiqh merupakan generalisasi dari metode fiqh, yang pada dasarnya bersifat umum atau aghlabiyah (mencakup sebagian besar masalah dalam fiqh) dan bisa sangat sederhana, tetapi termasuk dalam kalimat lengkap tambah.

3.2. Macam-macam kaidah fikih

3.2.1. 1. Segala Perkara Tergantung Kepada Niatnya 2. Keyakinan tidak bisa dihilangkan 3. Kesulitan Mendatangkan Kemudahan 4. Kesulitan Harus Dihilangkan 5. Adat Dapat Dijadikan Pertimbangan Dalam Menetapkan Dan Menerapkan Hukum

3.3. Dasar hukum

3.3.1. Kaidah ini bersumber dari firman Allah dalam Q.s. al-Hajj [22]: 78 dan Q.s. al-Baqarah [2]: 185 dan Q.s. al-An’am [6]: 119

3.4. Manfaat kaidah fikih

3.4.1. a. Dengan mengetahui kaidah-kaidah fikih kita akan mengetahui prinsip-prinsip umum fikih sehingga dapat mengetahui titik temu dari masalah-masalah fikih. b. Dengan memperhatikan kaidah-kaidah fikih akan lebih mudah menetapkan hukum bagi masalah-masalah yang dihadapi. c. Dengan memperhatikan kaidah-kaidah fikih akan lebih arif dalam menerapkan materi-materi fikih dalam waktu dan tempat yang berbeda, untuk keadaan dan adat yang berlainan.

4. KAIDAH FIQH DALAM MENENTUKAN SKALA PRIORITAS

4.1. Pengertian

4.1.1. bahasan tentang fikih prioritas merupakan bahasan yang baru, maka tidak banyak ditemukan tokoh yang memberikan definisi atau pengertian tentang fikih prioritas atau fiqh al-aulawiyyat. Yusuf al-Qardhawi misalnya memberikan pengertian fikih prioritas dengan: “Pengetahuan yang menjelaskan tentang amal-amal yang rajih dari yang lain, yang lebih utama dari yang lain, yang sahih daripada yang rusak, yang diterima daripada yang ditolak, yang disunnahkan daripada yang bid’ah, serta memberikan nilai dan harga bagi amal sesuai dengan pandangan syari’at,”

4.2. MACAM-MACAM KAIDAH KHUSUS DALAM SKALA PRIORITAS

4.2.1. 1. “Menolak kemafsadatan didahulukan dari pada meraih kemaslahatan.” 2. “Kemlasahatan yang umum lebih didahulukan daripada kemlasahatan yang khusus” 3. “Apabila saling bertentangan antara ketentuan hukum yang mencegah dengan yang mengharuskan pada waktu yang sama, maka di dahulukanlah yang mencegah”

4.3. CARA MENGETAHUI PRIORITAS KAIDAH KHUSUS DALAM SKALA PRIORITAS

4.3.1. 1. Prioritas dengan Metode Tekstual (at-Tanshish al-Aulawi) 2. Prioritas dengan Metode Ijtihad (al-Ijtihad al-Aulawi)

4.4. CARA MENGETAHUI BATASAN-BATASAN KAIDAH KHUSUS DALAM SKALA PRIORITAS

4.4.1. 1. Dalam pentahapan Dakwah 2. Ketika Terjadi Benturan dalam Pelaksanaan Amal

5. Pengertian

5.1. Al-Masyaqqah menurut arti bahasa (etimologis) adalah al-ta’ab yaitu kelelahan, kepayahan, kesulitan, dan kesukaran seperti terdapat dalam QS. An-Nahl ayat 7. Sedangkan al-taysir secara etimologis berarti kemudahan.

6. kesukaran yang dapat mendatangkan kemudahan (al-Taisīr) yaitu: a. Kekurang mampuan bertindak hukum ( النَّقْصُ) b. Kesulitan yang umum (عُمُوْمُ اَلْبَلْوَى) c. Bepergian (اَلْسَّفَرُ) d. Lupa (اَلنِّسْيَانُ) e. Ketidaktahuan (اَلْجَهْلُ)

7. ADAT PERTIMBANGAN DALAM MENETAPKAN HUKUM

7.1. Pengertian adat dan 'urf

7.1.1. Adat menurut bahasa berasal dari kata عادة ,sedangkan akar katanya يعود – عاد yang berarti تكرار) pengulangan). Sementara adat menurut istilah adalah suatu persoalan yang berulang-ulang tanpa berkaitan dengan akal.

7.1.2. Definisi 'urf secara bahasa adalah paling tingginya sesuatu, sesuai dengan firman Allah Swt. dalam surat al-A`raf :46

7.2. Pembagian dan macam-macam 'urf

7.2.1. 1. Urf ditinjau dari aspek cakupan kuantitas banyak dan sedikitnya orang yang memakai. a. Urf umum b. Urf khusus 2.`Urf ditinjau dari peletakannya atau lapangan pemaknaannya. a. 'Urf qauliy (kata-kata) b. 'Urf fi'liy (perbuatan) 3. Kedudukan'urf perkataan (qauliy) dan 'urf perbuatan (fi`liy) a. Kedudukan 'Urf Perkataan (qauliy) 4. 'Urf dipandang dari aspek diperhitungkan atau tidak diperhitungkan sebagai landasan hukum. a. 'Urf yang tidak baik (fasid) b. 'Urf yang baik (Shahih)

7.3. Syarat-syarat Pemakaian 'Urf sebagai Sumber Hukum

7.3.1. Pertama, 'Urf harus berlaku terus menerus atau kebanyakan berlaku. Kedua, 'Urf yang dijadikan sumber hukum bagi suatu tindakan harus terdapat pada waktu diadakannya tindakan tersebut. Ketiga, tidak ada penegasan (nash) yang berlawanan dengan 'urf. Keempat, Pemakaian 'urf tidak akan mengakibatkan dikesampingkannya nash yang pasti dari syari`at.

7.4. Peran adat dalam pembentukan hukum

7.4.1. Tindakan-tindakan atau tingkah laku dalam pergaulan dari suatu kelompok manusia yang dianggap baik dan bermanfaat bagi golongan mereka dilakukan kembali secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan dikalangan mereka. Dan sudah menjadi kebiasaan, maka dengan sendirinya menjadi norma dalam masyarakat itu lambat laun dalam pertumbuhannya meningkat lagi menjadi norma hukum.

8. KAIDAH FIQH YANG KHUSUS

8.1. Kaidah-Kaidah Khusus Di Bidang Ibadah Mahdhah

8.1.1. 1. “Hukum asal dalam ibadah adalah menunggu dan mengikuti tuntunan syariah” 2. “Suci dari hadats tidak ada batas waktu” 3. “Percampuran dalam ibadah mewajibkan menyempurnakannya” 4. “Tidak bisa digunakan analogi (qiyas) dalam ibadah yang tidak bisa dipahami maksudnya” 5. “Tidaklah sah mendahulukan ibadah sebelum ada sebabnya” 6. “Setiap tempat yang sah digunakan untuk shalat sunnah secara mutlak, sah pula digunakan shalat fardhu” 7. “Mengutamakan orang lain pada urusan ibadah adalah makruh dan dalam urusan selainnya adalah disenangi” 8. “Keutamaan yang dikaitkan dengan ibadah sendiri adalah lebih utama daripada yang dikaitkan dengan tempatnya 9. “Bumi ini seluruhnya adalah masjid kecuali kuburan dan kamar mandi" Maksud kaidah ini adalah boleh melakukan shalat dimana saja di muka bumi Ini, sebab bumi ini suci kecuali apabila ada najis, seperti di kuburan atau kamar mandi. 10. “Kekhawatiran membolehkan gasar shalat" 11. “Ibadah yang kedatangannya (ketentuannya) dalam bentuk yang berbedabeda, boleh melakukannya dengan cara keseluruhannya dengan cara keseluruhannya bentuk-bentuk tersebut”. 12. “Bagian yang terpisah dari binatang yang hidup hukumnya seperti bangkai binatang tersebut” 13. “Dalam satu jenis benda tidak wajib dua kali zakat" 14. “Barangsiapa yang diwajibkan kepadanya zakat fitrah, maka wajib pula baginya mengeluarkan zakat fitrah bagi orang yang dia wajib menafkahkannya”.

8.2. Kaidah-Kaidah Fiqih Khusus Dibidang Ahwal Asy-Syakhshiyyah

8.2.1. 1. "Hukum asal pada masalah seks adalah adalah haram" 2. "Tidak ada hak bagi suami terhadap istrinya kecuali dalam batas-batas pernikahan dan tidak ada hak bagi istri terhadap suaminya kecuali dalam batas-batas perintah Syariah yang berhubungan dengan pernikahan" 3. "Setiap 2 orang wanita apabila salah satunya ditakdirkan (dianggap) sebagai laki-laki dan diharamkan untuk nikah di antara keduanya maka kedua wanita haram untuk dimadu" 4. "Akad nikah tidak rusak dengan rusaknya mahar" 5. "Setiap anggota tubuh yang haram dilihat, maka lebih lebih haram pula di rabanya” 6. "Wali yang muslim tidak boleh menikahkan wanita yang kafir" 7. "Barang siapa yang menggantungkan talak kepasa suatu sifat, maka talak tidak jatuh tanpa terwujudnya sifat tadi" 8. "Setiap perceraian karena talak atau fasakh sesudah campur, maka wajib Iddah" 9. "Setiap orang yang dihubungkan kepada yang meninggal melalui perantaraan, maka dia tidak mewarisi selama perantara itu ada" 10. "Setiap orang yang mewarisi sesuatu, maka dia mewarisi pula hak haknya (yang bersifat harta)” 11. "Kekerabatan yang lebih kuat menghalangi kekerabatan yang lebih lemah"

8.3. Kaidah Fiqih Khusus Dibidang Muamalah atau Transaksi

8.3.1. Etimologis, Mu'amalah berasal dari kata 'amala - yu'amilu - mu'amalatan, yang bermakna saling bertindak, saling berbuat, saling mengamalkan. Secara terminologis, muamalah mempunyai dua arti, yakni arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas mu'amalah berarti aturan￾aturan hukum Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi/pergaulan sosial. Dan dalam arti sempit, mu'amalah berarti aturan Allah yang wajib ditaati, yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda. Jadi mu'amalah adalah menyangkut af'al (perbuatan) seorang hamba. Sumber hukum figih muamalah terdapat dalam algur'an pada surat An nisa', yaitu artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta Sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu....”. (O.S An nisa (41: 29)

8.4. Kaidah Fiqh Khusus Di bidang Jinayah

8.4.1. Fikih jinayah adalah hukum islam yang membahas tentang aturan berbagai kejahatan dan sanksinya, membahas tentang pelaku kejahatan dan perbuatannya. Dalam fikih jinayah dibicarakan pula upaya upaya preventif, rehabilitatif, edukatif, serta upaya upaya represif dalam menanggulangi kejahatan disertai tentang teori teori tentang hukuman. Kaidah kaidah fikih di bidang jinayah yaitu “tidak ada jarimah dan tidak ada hukuman tanpa nash" Dalam hukum islam, suatu perbuatan tidak akan dianggap sebagai sebuah tindak pidana dan tidak dijatuhi hukuman selama tidak terdapat dalam Al Quran maupun Al Hadits.

8.5. Kaidah-Kaidah Fiqh Khusus Di Bidang Siyasiyah

8.5.1. 1.“Kebijakan seorang pemimpin kepada rakyatnya tergantung kepada kemaslahatan” 2. “Perbuatan khianat tidak terbagi bagi" 3. “Seorang pemimpin itu, salah dalam memberi maaf lebih baik daripada salah dalam menghukum"

8.6. Kaidah Kaidah Fiqh Yang Khusus Di Bidang Fiqh Gadha (Peradilan Dan Hukum Acara)

8.6.1. 1.“Hukum yang diputuskan oleh hakim dalam masalah masalah ijtihad menghilangkan perbedaan pendapat” 2. “Membelanjakan harta atas perintah hakim seperti membelanjakan harta atas perintah pemilik”