1. Sejarah Bahasa Indonesia
1.1. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Negara Republik Indonesia (UUD 1945 pasal 36) dan bahasa persatuan bangsa Indonesia (Butir ketiga Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928). Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi.
1.1.1. Bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa Melayu (Kridalaksana 1991). Bahasa Indonesia yang dipakai saat ini didasarkan pada bahasa Melayu Riau (Provinsi Kepulauan Riau) yang telah menjadi lingua franca sejak abad ke-19.
1.1.2. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaannya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20.
1.1.3. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Penggantian nama sebagai perwujudan semangat kebangsaan para pemuda saat itu. Selain itu juga untuk menghindari kesan "imperalisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan.
1.1.4. Penggunaan istilah bahasa Indonesia digunakan karena mengandung nilai patriotisme dan semangat kebangsaan yang diawali dengan terbitnya sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA: "Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia Timur") pada tahun 1847 di Singapura yang dikelola oleh James Richardson Logan dari Skotlandia.
2. Kelahiran Bahasa Indonesia
2.1. 1) Bahasa Melayu merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan, dan bahasa perdagangan. Seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing menyatakan bahwa di Sriwijaya pada waktu itu ada bahasa yang bernama Koen-louen yang berdampingan dengan bahasa Sansekerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan(lingua franca) di kepulauan Nusantara.
2.2. 2) Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa ini tidak dikenal tingkatan bahasa, seperti dalam bahasa Jawa (ngoko, kromo) atau perbedaan bahasa kasar dan halus, seperti dalam bahasa Sunda (kasar, lemes). Karena itu, bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena tidak mengenal tingkat tutur.
2.2.1. Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia yang secara istilah baru lahir memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mencapai kemerdekaan. Bahasa Indonesialah yang digunakan sebagai pembangkit semangat kebangsaan dan rasa nasionalisme bersama.
2.2.2. Setelah Indonesia merdeka, bahasa Indonesia dikukuhkan sebagai bahasa negara seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bab XV, Pasal 36 yang berbunyi bahasa Negara adalah bahasa Indonesia.
2.3. 3) Bahasa Melayu memiliki sifat terbuka untuk menerima pengaruh bahasa lain. Dalam sejarahnya ketika bahasa Melayu semakin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya, bahasa Melayu juga menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama bahasa Sansekerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa.
2.4. 4) Suku Jawa, suku Sunda, dan suku-suku yang lain dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
2.5. 5) Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
3. Perkembangan Bahasa Indonesia
3.1. Perkembangan Ejaan
3.1.1. Lahirnya ejaan resmi bahasa Melayu yang disusun oleh Ch. A van Ophuijsen pada tahun 1901. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
3.1.2. Berdirinya Commissie woor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat) tahun 1908 turut memberikan dasar pengembangan bahasa Melayu.
3.1.3. Terselenggaranya Kongres Pemuda tahun 1928 yang antara lain menghasilkan Sumpah Pemuda yang di dalamnya tercantum pangkuan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
3.1.4. Terbitnya Majalah Poejangga Baroe tahun 1933 yang banyak menghasilkan karya berbahasa Indonesia serta menanamkan semangat kebangsaan yang terlihat pada roman Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana.
3.1.5. Lahirnya Ejaan Republik untuk menggantikan Ejaan van Ophuijsen yang diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 oleh Menteri Pendidikan Pengajaran Republik Indonesia, Soewandi.
3.1.6. Lahirnya Ejaan yang Disempurnakan (EYD) yang diresmikan oleh Presiden republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus 1972 dan dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.
3.1.7. Diresmikannya Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia.
3.2. Kongres Bahasa Indonesia
3.2.1. Kongres Bahasa Indonesia I Diselenggarakan di Solo pada tanggal 25 - 28 Juni 1938 dengan kesepakatan perlunya upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia.
3.2.2. Kongres Bahasa Indonesia II Diselenggarakan di Medan pada tanggal 28 Oktober - 2 November 1954 dengan hasil perlunya diupayakan penyempurnaan bahasa Indonesia khususnya bahasa ragam tulis.
3.2.3. Kongres Bahasa Indonesia III Diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober - 2 November 1978 dengan keputusan dirumuskannya kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
3.2.4. Kongres Bahasa Indonesia IV Diselenggarakannya di Jakarta pada tanggal 21 - 26 November 1983 dengan rekomendasi perlunya semua masyarakat Indonesia menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
3.2.5. Kongres Bahasa Indonesia V Diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober - 3 November 1988.
3.2.6. Kongres Bahasa Indonesia VI Diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober - 2 November 1993.
3.2.7. Kongres Bahasa Indonesia VII Diselenggarakan di Jakarta tanggal 26 - 30 Oktober 1998.
3.2.8. Kongres Bahasa Indonesia VIII Diselenggarakan di Jakarta tanggal 14 - 17 Oktober 2003 yang menekankan pada perlunya pembelajaran bahasa Indonesia untuk orang asing (BIPA).
3.2.9. Kongres Bahasa Indonesia IX Diselenggarakan di Jakarta tanggal 28 Oktober - 1 November 2008. Pada kongres ini direncanakan diluncurkannya kamus elektronik dan disahkannya Undang-Undang Bahasa.
3.2.10. Kongres Bahasa Indonesia X Diselenggarakan di Jakarta tanggal 28 - 31 Oktober 2013. Pada kongres ini menekankan pada penguatan bahasa Indonesia dalam peraturan internasional.