Aqidah Islam Pada Masa Bani UmayyahDoor Son Raiden
1. Aqidah Islam Pada Masa Bani Umayyah
1.1. Pada masa ini, perdebatan di bidang aqidah sudah sangat tajam. Kondisi ini terjadi karena kedaulatan Islam sudah mulai kokoh, sehingga umat Islam semakin leluasa untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran yang sebelumnya tidak disentuh. Masuknya pemeluk Islam yang berasal dari berbagai daerah yang masih membawa alam pikiran dari keyakinan sebelum memeluk Islam juga menjadi faktor perkembangan pemikiran kalam. Umat Islam mulai tertarik untuk mendiskusikan masalah qadar, begitu juga masalah istiṭa’ah.
1.2. Corak pemerintahan yang represif dari beberapa khalifah Bani Umayyah menyebabkan sebagian umat Islam bersikap apatis. Mereka beranggapan bahwa apa yang selama ini dialami oleh umat Islam pada hakikatnya sudah menjadi suratan taqdir. Corak pemikiran yang demikian ini sangat menguntungkan pihak pemerintahan. Maka paham ini dimanfaatkan pemerintah untuk melegitimasi segala kebijakannya. Tokoh yang memunculkan pemikiran ini adalah Jaham bin Abi Ṣufyān. Inilah yang kemudian dikenal dengan paham Jabariyah.
1.3. Pada akhirnya ada reaksi dari sebagian umat Islam yang menginginkan adanya perubahan. Mereka menandingi paham Jabariyah dengan memunculkan konsep teologi baru. Motor penggerak paham ini misalnya: Ma’bad al-Juhani, Ghailan ad- Dimasyqi, dan Ja’ad bin Dirham. Mereka inilah tokoh Qadariyah yang pertama.
2. Aqidah Islam Pada Masa Bani Abbasiyah
2.1. Pada masa pemerintahan al-Ma’mun, al-Mu’tashim, dan al-Watsiq, aliran Mu’tazilah dijadikan sebagai faham resmi kekhalifahan Bani Abasiyah, sehingga para ulama yang berpengaruh diuji aqidahnya, yang dalam sejarah dikenal dengan mihnah. Para ulama yang tidak sepaham dengan Mu’tazilah dalam hal kemakhlukan al-Qur’an maka akan dijatuhi hukuman bahkan dijebloskan ke dalam penjara.
2.2. Tindakan al-Ma’mun yang menggunakan tangan besi tersebut berdampak kepada hilangnya simpatik umat Islam terhadap Mu’tazilah, dan pada akhirnya dijauhi oleh masyarakat. Dalam keadaan yang demikian itu muncullah Abu Hasan al-Asy’ari yang merupakan murid utama dari al-Jubbai al-Mu’tazili mengeluarkan pemikiran garis tengah dengan menggunakan dalil-dalil naqli dan aqli untuk menopang argumentasi aqidahnya. Dan bersamaan itu. muncul tokoh Abu Mansur al-Maturidi yang mempunyai corak pemikiran yang sama dengan Abu Hasan al-Asy’ari
3. Aqidah Islam Pada Masa Nabi
3.1. Ketika Nabi Muhammad Saw. masih hidup, umat Islam masih bersatu-padu, belum ada aliran-aliran/firqah. Apabila terjadi perbedaan pemahaman terhadap suatu persoalan, maka para sahabat langsung berkonsultasi kepada Nabi. Dengan petunjuk Nabi tersebut, maka segala persoalan dapat diselesaikan dan para sahabat mematuhinya.
3.2. Para sahabat dilarang oleh Rasulullah Saw. memperdebatkan sesuatu yang dapat memicu perpecahan, misalnya tentang qadar. Sehingga pada masa ini, corak aqidah bersifat monopolitik, yaitu hanya ada satu bentuk ajaran tanpa perbedaan dan persanggahan dari para sahabat. Para sahabat yang mendatangi Nabi bukan untuk memperdebatkan ajaran yang dibawanya, tetapi menanyakan persoalan-persoalan yang belum mereka pahami.
4. Aqidah Islam Pada Masa Khulafa ar-Rasyidin
4.1. Pada masa Khulafa ar-Rasyidin, khususnya pada masa pemerintahan Abu Bakar (11-13 H), dan Umar bin Khattab (13-23 H) persatuan umat Islam masih bisa dipertahankan, biarpun pada awal masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Ṣiddiq sempat muncul beberapa nabi palsu dan keengganan sebagian umat Islam membayar zakat, namun semua permasalahan tersebut dapat diatasi oleh Abu Bakar ash-Ṣiddiq.
4.2. Benih-benih perpecahan mulai muncul pada akhir masa pemerintahan Utsman bin Affan. Situasi politik yang tidak stabil pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan mencapai puncaknya dengan terbunuhnya khalifah ketiga tersebut. Peristiwa yang menyedihkan dalam sejarah Islam ini dikenal dengan istilah al-fitnah al-kubra (fitnah besar). Peristiwa ini dianggap sebagai pangkal munculnya firqah-firqah dalam Islam.
5. Aqidah Islam Sesudah Bani Abbasiyah
5.1. Pada masa ini, paham Asy’ariyah dan Maturidiyah mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga menjadi paham mayoritas umat Islam. Corak pemikiran yang mudah dipahami, dan mampu mengkolabirasikan antara dalil naqli/nash dan pendekatan akal/filsafat menjadikan aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah menjadi aliran yang banyak dikikuti oleh umat Islam. Aliran ini kemudian dikenal dengan sebutan ahlu al-sunnah wa al-jama’ah dan menjadi paham mayoritas umat Islam.
5.2. Pada permulaan abad ke-8 H, muncul Taqiyyudin Ibnu Taimiyah di Damaskus yang berusaha membongkar beberapa pemikiran Asy’ariyah yang dianggapnya tidak murni bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadiś. Pemikiran Ibnu Taimiyah ini kemudian dikenal dengan gerakan Salafi. Pada perkembangan selanjutnya muncul pemikir-pemikir Islam seperti Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Jamaluddin al-Afghani, Rasyid Ridlo, Muhammad Abduh, dan Muhammad bin Abdul Wahab.