Abses
by Dita Andini
1. Definisi
1.1. Abses (Latin : abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah
2. Jenis-jenis
2.1. 1. Abses Ginjang 2. Abses erimandubular 3. Abses rahang gigi 4. Abses sumsum rahang 5. Abses dingin 6. Abses hati 7. Abses Lat. Abscessus
3. Pemeriksaan Penunjang
3.1. 1. Hasil pemeriksaan leukosit menunjukan peningkatan jumlah sel darah putih 2. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan rontgen, USG, 3. CT, Scan, atau MRI. Pemeriksaan dahak untuk abses paru (dahak dan aspirasi transtrakeal, transtrolakal, atau bronkus.
4. Patofisiologi
4.1. Jika bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi suatu infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati, sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas.Abses dalam hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut.Jika suatu abses pecah di dalam tubuh, maka infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses.
5. Komplikasi
5.1. Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Pada sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal.Meskipun jarang, apabila abses tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher dalam yang dapat menekan trakea.
6. Etiologi
6.1. 1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dan tusukan jarum yang tidak steril 2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain 3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika : 1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi 2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang 3. Terdapat gangguan sistem kekebalan 4. Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus
7. Manifestasi Klinis
7.1. Nyeri Nyeritekan Teraba hangat Pembengakakan Kemerahan Demam Abses pada axilla merupakan abses dalam yang pada Pada pemeriksaan fisik ditemukan : Luka terbuka atau tertutup Organ /jaringan terinfeksi Massa eksudat Peradangan Abses superficial dengan ukuran bervariasi Rasa sakit dan bila dipalpasi akan terasa fluktuaktif
8. Penatalaksanaan
8.1. 1. Drainase abses dengan menggunakan pembedahan biasanya di indikasikan apabila abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap pus yang lebih lunak. Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu dilakukan. 2. Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan. Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA) yang didapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif, Untuk menangani MRSA yang didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik lain seperti clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline.
9. diagnosa Keperawatan yang lazim muncul
9.1. 1. Hipertermia b.d proses penyakit 2. Nyeri akut b.d agen injuri bioIogi 3. Kerusakan lntergritas jaringan b.d trauma jaringan 3. Resiko tnfeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan sekunder (leucopenia) 4. Resiko perdarahan b.d pembedahan 5. Defisiensi pengetahuan b.d kurang pengetahuan tentang proses penyakit 6. Ansietas b.d krisis situasional (tindakan yang akan dilakukan) 7. tidur berhubungan dengan nyeri akut
10. Daftar Pustaka
10.1. Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI: Jakarta Nanda International. 2012. Nursing Diagnoses : Definition and classification 2010-2012. Wiley-Blackwell: United Kingdom