1. Definisi
1.1. Tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumor (STT) adalah suatu benjolan atau pembengkakan abnormal yang disebabkan pertumbuhan sel baru.
1.1.1. Letaknya dapat terjadi di seluruh bagian tubuh mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki. Pertumbuhannya dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau jinak (benign).
2. Etiologi
2.1. Beberapa penyebab terjadinya STT antara lain : kondisi genetik, radiasi, infeksi, dan trauma.
2.1.1. Ada bukti tertentu pembentukan gen dan mutasi gen adalah faktor predisposisi untuk beberapa tumor jaringan lunak. Dalam daftar laporan gen yang abnormal, bahwa gen memiliki peran penting dalam menentukan diagnosis.
2.1.1.1. Contoh klasik adalah Gen NFI pada neurofibromatosis merupakan faktor predisposisi terjadinya multipel neurofibroma dan memiliki kecenderungan mengalami transformasi keganasan.
2.1.2. Mekanisme yang patogenik adalah munculnya mutasi gen radiasi-induksi yang mendorong transformasi neoplastik.
2.1.3. Infeksi virus epstein-bar bagi orang yang memiliki kekebalan tubuh yang lemah akan meningkatkan kemungkinan terkenanya STT.
2.1.4. Hubungan antara trauma dengan STT dapat muncul secara kebetulan. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa kejadian STT meningkat pada jaringan parut, bekas fraktur, dan pada implant tertutup.
3. Klasifikasi
3.1. Ada 2 klasifikasi STT yaitu klasifikasi berdasarkan jenis jaringan dan klasifikasi berdasarkan pertumbuhan jinak dan ganas.
4. Komplikasi
4.1. Tumor jinak bisa berubah menjadi tumor ganas atau kanker.
4.1.1. Penyebaran atau metastasis kanker ini paling sering melalui pembuluh darah ke paru-paru ke liver, dan tulang. Jarang menyebar melalui kelenjar getah bening.
5. Patofisiologi
5.1. Tumor jaringan lunak tumbuh centripetally atau melingkar, meskipun beberapa tumor jinak seperti serabut luka. Setelah tumor mencapai batas anatomis dari tempatnya, maka tumor akan membesar melewati batas sampai ke struktur neurovascular. Tumor jaringan lunak timbul di lokasi seperti lekukan-lekukan tubuh.
5.1.1. Pada umumnya tumor-tumor jaringan lunak atau STT adalah poliferasi jaringan mesenkimal yang terjadi di jaringan nonepital ekstraskeletal tubuh. Dapat timbul di tempat mana saja, meskipun kira-kira 40% terjadi di ekstremitas bawah terutama daerah paha, 20% ekstremitas atas, 10% kepala dan leher, 30% di badan.
5.1.1.1. Proses alami dari kebanyakan tumor ganas dibagi menjadi 4 fase.
5.1.1.1.1. Perubahan ganas pada sel-sel target yang disebut dengan transformasi.
5.1.1.1.2. Pertumbuhan dari sel-sel transformasi.
5.1.1.1.3. Invasi lokal atau penjalaran sel ke daerah di sekitarmya .
5.1.1.1.4. Metastasis jauh atau penyebaran sel dari situs awal ke tempat lain di dalam tubuh.
6. Pemeriksaan Penunjang
6.1. X-Ray
6.1.1. X-ray untuk membantu pemahaman lebih lanjut tentang berbagai tumor jaringan lunak, transparansi serta hubungannya dengan tulang yang berdekatan.
6.2. USG
6.2.1. Metode ini dapat memeriksa ukuran tumor, gema perbatasan amplop dan tumor jaringan internal, dan oleh karena itu bisa untuk membedakan antara jinak atau ganas.
6.3. MRI
6.3.1. Mendiagnosa tumor jinak jaringan lunak dapat melengkapi kekurangan dari X-ray dan CT-scan, MRI dapat melihat tampilan luar penampang berbagai tingkatan tumor dari semua jangkauan serta gambar yang lebih jelas untuk mendasarkan pengembangan rencana pengobatan yang lebih baik.
6.4. CT-Scan
6.4.1. CT memiliki kerapatan resolusi dan resolusi spasial karakteristik tumor jaringan lunak yang merupakan metode umum untuk diagnosa tumor jaringan lunak dalam beberapa tahun terakhir.
6.5. Pemeriksaan Hispatologis
6.5.1. Sitologi
6.5.1.1. Sederhana, cepat, metode pemeriksaan patologis yang akurat.
6.5.2. Forcep Biopsi
6.5.2.1. Jaringan ulserasi tumor lunak, sitologi smear tidak dapat didiagnosis, lakukan forsep biopsi.
6.5.3. Memotong Biopsi
6.5.3.1. Metode ini adalah kebanyakan untuk operasi.
6.5.4. Biopsi Eksisi
6.5.4.1. Berlaku untuk tumor kecil jaringan lunak, bersama dengan bagian dari jaringan normal di sekitar tumor reseksi seluruh tumor untuk pemeriksaan histologis.
7. Penatalaksanaan
7.1. Bedah
7.1.1. Tindakan bedah ini bertujuan untuk mengangkat tumor atau benjolan tersebut.
7.2. Kemoterapi
7.2.1. Metode ini melakukan keperawatan penyakit dengan menggunakan zat kimia untuk membunuh sel sel tumor tersebut. Keperawatan ini berfungsi untuk menghambat pertumbuhan kerja sel tumor.
7.3. Terapi Radiasi
7.3.1. Terapi radiasi adalah terapi yang menggunakan radiasi yang bersumber dari radioaktif. Kadang radiasi yang diterima merupankan terapi tunggal. Tapi terkadang dikombinasikan dengan kemoterapi dan juga operasi pembedahan.
8. Pathways
9. Manifestasi Klinis
9.1. Tanda dan gejala STT tidak spesifik. Tergantung dimana letak tumor atau benjolan tersebut berada. Awal mulanya gejala berupa adanya suatu benjolan dibawah kulit yang tidak terasa sakit.
9.1.1. Pada tahap awal, STT biasanya tidak menimbulkan gejala karena jaringan lunak yang relatif elastis, tumor atau benjolan tersebut dapat bertambah besar, mendorong jaringan normal. Kadang gejala pertama penderita merasa nyeri atau bengkak, karena dekat dengan menekan saraf dan otot. Jika di daerah perut dapat menyebabkan rasa sakit abdominal umumnya menyebabkan sembelit.
10. Konsep Asuhan Keperawatan
10.1. Pengkajian
10.1.1. Identitas pasien dan penanggung jawab
10.1.1.1. Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, umur, suku, pendidikan, pekerjaan, nomor rekam medis, diagnose medis, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nama penanggung jawab, alamat, umur, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
10.1.2. Riwayat kesehatan
10.1.2.1. Keluhan utama
10.1.2.1.1. Biasanya pasien akan mengeluhkan nyeri tekan pada benjolan
10.1.2.2. Riwayat sakit sekarang
10.1.2.2.1. Biasanya pasien akan mengatakan atau menunjukkan adanya benjolan besar
10.1.2.3. Riwayat sakit dahulu
10.1.2.3.1. Biasanya pasien akan mengatakan bahwa dahulu benjolannya kecil hingga lama-lama menjadi besar
10.1.2.4. Riwayat sakit keluarga
10.1.2.4.1. Kaji riwayat keluarga karena biasanya penyakit ini adalah bawaan genetik
10.1.3. Pemeriksaan fisik
10.2. Diagnosa Keperawatan
10.2.1. Post Operasi
10.2.1.1. Nyeri
10.2.1.1.1. Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang actual atau potensial, awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat.
10.2.1.2. Kerusakan integritas kulit
10.2.1.2.1. Perubahan epidermis dan dermis
10.2.2. Resiko infeksi
10.2.3. Pre Operasi
10.2.3.1. Kecemasan atau ansietas
10.2.3.1.1. Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom, perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.
10.3. Intervensi
10.3.1. Kecemasan atau ansietas
10.3.1.1. Anxiety reduction
10.3.1.1.1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
10.3.1.1.2. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
10.3.1.1.3. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis dan tindakan prognosis
10.3.1.1.4. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
10.3.1.1.5. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan persepsi
10.3.1.1.6. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
10.3.2. Nyeri
10.3.2.1. Pain management
10.3.2.1.1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
10.3.2.1.2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
10.3.2.1.3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
10.3.2.1.4. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
10.3.2.1.5. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
10.3.2.1.6. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10.3.2.1.7. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
10.3.2.1.8. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
10.3.2.1.9. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
10.3.2.1.10. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
10.3.2.1.11. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
10.3.2.1.12. Tingkatkan istirahat
10.3.3. Kerusakan integritas kulit
10.3.3.1. Pressure ulcer prevention : Wound care
10.3.3.1.1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
10.3.3.1.2. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
10.3.3.1.3. Hindari kerutan pada tempat tidur
10.3.3.1.4. Monitor kulit akan adanya kemerahan
10.3.3.1.5. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
10.3.3.1.6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
10.3.3.1.7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
10.3.3.1.8. Monitor status nutrisi pasien
10.3.3.1.9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
10.3.3.1.10. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik, warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal.
10.3.3.1.11. Lakukan teknik perawatan luka dengan steril
10.3.4. Resiko Infeksi
10.3.4.1. Infection control
10.3.4.1.1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
10.3.4.1.2. Pertahankan teknik isolasi
10.3.4.1.3. Batasi pengunjung bila perlu
10.3.4.1.4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
10.3.4.1.5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
10.3.4.1.6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
10.3.4.1.7. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
10.3.4.1.8. Tingkatkan intake nutrisi
10.3.4.1.9. Berikan terapi antibiotik bila perlu
10.3.4.2. Infection protection
10.3.4.2.1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
10.3.4.2.2. Monitor hitung granulosit, WBC
10.3.4.2.3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
10.3.4.2.4. Berikan perawatan kulit pada area epidema
10.3.4.2.5. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
10.3.4.2.6. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
10.3.4.2.7. Ajarkan cara menghindari infeksi
10.3.4.2.8. Laporkan kultur positif