1. Peristiwa APRA di Bandung pada 23 Januari 1950
1.1. Latar belakang
1.1.1. Sebab pemberontakan APRA adalah keinginan Raymond Westerling dan Sultan Hamid II untuk merebut kekuasaan dan mempertahankan negara federal Republik Indonesia Serikat. Latar belakang terjadinya pemberontakan APRA adalah mulai dibubarkannya negara bagian bentukan Belanda di RIS yang bergabung kembali ke Republik Indonesia.
1.2. Alur
1.2.1. keinginan Belanda untuk mengamankan kepentingan ekonominya di Indonesia dan mempertahankan serdadu Belanda dalam sistem federal. Pada pagi hari tanggal 23 Januari 1950 gerombolan APRA menyerang anggota Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS/TNI). Bahkan, Markas Staf Divisi Siliwangi berhasil mereka rebut. Letnan Kolonel Lembong dan lima belas pasukannya tewas setelah diserang 150 gerombolan APRA. Akibat pemberontakan APRA ini sekitar 79 tentara APRIS tewas. Pemerintahan Hatta mengadakan perundingan dengan Komisaris Tinggi Belanda dan mengirimkan pasukan ke Bandung. Akhirnya, Komandan Tentara Belanda Mayor Jenderal Engels mendesak Westerling agar pergi. Gerombolan APRA pun berhasil dilumpuhkan oleh APRIS dengan dibantu rakyat. Pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil).
1.3. upaya mengatasi pemberontakan
1.3.1. Melakukan penangkapan terhadap Westerling dan Sultan Hamid II Pemerintah Indonesia melancarkan operasi militer pada tanggal 24 Januari 1950 Di Jakarta, diadakan perundingan antara Drs. Moh. Hatta dengan Komisaris Tinggi Belanda
2. Peristiwa Andi Aziz di Ujungpandan pda 5 April 1950
2.1. Latar belakang
2.1.1. Pasukan Andi Aziz adalah pasukan KNIL atau pasukan Belanda di Indonesia. Penolakan Andi Aziz ini berawal dari tuntutannya agar hanya pasukannya saja yang dijadikan pasukan APRIS di Negara Indonesia Timur. Tetapi, pemerintah Indonesia menolak dengan mengirimkan pasukan TNI ke Sulawesi Selatan. Perbedaan APRIS dan TNI berawal dari Konferensi Meja Bundar atau KMB (1949), yang salah satu ketetapannnya menyebutkan anggota APRIS diambil dari TNI, sedangkan lainnya diambil dari personel mantan anggota KNIL. TNI sebagai inti APRIS berkeberatan bekerja sama dengan bekas musuhnya, yaitu KNIL. Sebaliknya anggota KNIL menuntut agar mereka ditetapkan sebagai aparat negara bagian dan mereka menentang masuknya anggota TNI ke negara bagian.
2.2. Alur
2.2.1. Pemberontakan Andi Azis meletus di kota Makassar, pada tanggal 8 April 1950. Pemberontakan ini terjadi akibat kekecewaan para mantan serdadu KNIL. Berdasar kesepakatan Konferensi Meja Bundar, pasukan KNIL digabung kedalam APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) bersama pasukan TNI. Akibatnya, para serdadu KNIL menolak kesepakatan ini, dan merasa didominasi oleh para tentara TNI yang berasal dari Jawa. Akibatnya mereka menuntut agar KNIL diberi wewenang atas keamanan di Negara Indonesia Timur. Pemberontakan ini dipimpin oleh Andi Azis, seorang mantar perwira KNIL. Kebanyakan pemberontak adalah mantan serdadu KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger, Pasukan Kolonial Hindia Belanda). Tuntutan pasukan pemberontak Andi Azisadalah agar pasukan TNI ditarik dari Makassar, agar Negara Indonesia Timur dipertahan kan dan agar KNIL diberi wewenang atas keamanan di Negara Indonesia Timur. Pemberontakan meletus setelah para bekas serdadu KNIL menyerang markas APRIS dan menyandera sejumlah perwira APRIS di Makassar. Setelah menguasai Makassar, mereka mengultimatum pemerintah untuk memenuhi tuntutan mereka. Menghadapi pemberontakan Andi Azis ini, pada tanggal 8 April 1950, pemerintah Indonesia mengeluarkan ultimatum yang meminta Andi Azis untuk segera datang ke Jakarta. Jika Azis mengabaikan ultimatum tersebut, Kapal Laut "Hang Tuah" akan meyerang Makassar. Selain itu, ultimatum pemerintah juga meminta Andi Azis untuk bertanggung jawab atas tindakannya dalam 4 x 24 jam, ultimatum juga diabaikan. Setelah batas waktu berlalu, pemerintah mengirim pasukan di bawah komando Kolonel Alex Kawilarang. Pada tanggal 15 April 1950, Andi Azis akan datang ke Jakarta dengan janji Hamengkubuwana IX bahwa dia tidak akan ditangkap. Tapi, saat Azis datang ke Jakarta, dia langsung ditangkap. Setelah sidang, Andi Azis di hukum 15 tahun penjara. Pemberontakan ini menyebabkan semakin kuatnya tuntutan agar Negara Indonesia Timur dibubarkan dan bergabung dengan NKRI
2.3. upaya mengatasi pemberontakan
2.3.1. Upaya Pemerintah dalam menumpas gerakan Andi Azis: 1. Membuat ultimatum agara Andi Azis menyerhkan diri 2. Mengirimkan KRI Hang Tuah ke Makassar untuk melawan pemberontakan. 3. Mengirim pakuskan dibawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang 4. Menangkap Andi Azis setelah dia datang ke Jakarta.
3. Peristiwa Madiun pada 18 September 1948
3.1. Latar belakang
3.1.1. Latar belakang dan tujuan terjadinya peristiwa Madiun atau PKI adalah kekecewaan akibat hasil Perjanjian Renville antara Indonesia dan Belanda, serta rasionalisasi jumlah prajurit TNI
3.2. Alur
3.2.1. PERISTIWA Madiun (Madiun Affairs) adalah sebuah konflik kekerasan atau situasi chaos yang terjadi di Jawa Timur bulan September – Desember 1948. Peristiwa ini diawali dengan diproklamasikannya negara Soviet Republik Indonesia pada tanggal 18 September 1948 di Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia dengan didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifuddin. Pada saat itu hingga era Orde Lama peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun Affairs), dan tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Baru di era Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan PKI. Bersamaan dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Madiun, baik itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh masyarakat dan agama. Masih ada kontroversi mengenai peristiwa ini. Sejumlah pihak merasa tuduhan bahwa PKI yang mendalangi peristiwa ini sebetulnya adalah rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian pelaku Orde Lama). Tawaran bantuan dari Belanda Pada awal konflik Madiun, pemerintah Belanda berpura-pura menawarkan bantuan untuk menumpas pemberontakan tersebut, namun tawaran itu jelas ditolak oleh pemerintah Republik Indonesia. Pimpinan militer Indonesia bahkan memperhitungkan, Belanda akan segera memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan serangan total terhadap kekuatan bersenjata Republik Indonesia. Memang kelompok kiri termasuk Amir Syarifuddin Harahap, tengah membangun kekuatan untuk menghadapi Pemerintah RI, yang dituduh telah cenderung berpihak kepada AS.
3.3. upaya mengatasi pemberontakan
3.3.1. Pemberontakan DI/TII di Aceh dipicu antara lain karena kekecewaan tokoh-tokoh Aceh yang dipimpin oleh Daun Beureueh kepada pemerintah pusat. Kekecewaan ini diakibatkan oleh penghapusan status provinsi Aceh, yang dilebur dengan Sumatera Utara. Setelah munculnya pemberotakan DI/TII di Jawa Barat, pada tahun 1953 Daud Beureueh menyatakan bergabung dengan DI/TII. Pasukan tentara Indonesia dengan cepat dapat merebut kota-kota besar di Aceh, namun wilayah pedalaman dikuasai gerilya DI/TII. Untuk meredakan pemberontakan, pada tahun 1957 ditandatanganilah kesepakatan yang mengembalikan status provinsi Aceh, dan memberikan provinsi ini otonomi khusus.
4. Pemberontakan Kartosuwiryo pada 19 Desember 1948
4.1. Latar belakang
4.1.1. Latar belakang terjadinya Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) adalah keinginan mendirikan negara Islam dan menolak perjanjian Renville. Pemberontakan yang awalnya di Jawa Barat ini kemudian diikuti daerah lain, namun dengan latar belakang sendiri. Misalnya pemberontakan DI/TII di Aceh dilatarbelakangi penolakan penggabungan Provinsi Aceh ke Sumatera Utara.
4.2. Alur
4.2.1. Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) ini dimulai oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, di Jawa Barat pada tahun 1948. Dia menyatakan mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Awalnya pemerintah berupaya menyelesaikan pemberontakan DI/TII ini dengan jalan damai. Pemerintah membentuk sebuah panitia yang beranggotakan Zainul Arifin (kementerian Agama), Makmun Sumadipraja (Kementerian Dalam Negeri), dan kolonel Sadikin (Kementerian Pertahanan). Mereka di berikan tugas untuk mengadakan kontak dengan pimpinan DI/TII untuk berunding. Namun usaha ini pun gagal. Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah mengirim surat ke Kartosuwiryo untuk berunding melalui Mohammad Natsir (mantan perdana menteri dan pemimpin Masyumi), namun juga tidak berhasil. Karena kegagalan cara diplomatis, akhirnya pemerintah melakukan tindakan militer berupa Operasi Pagar Betis. Dalam operasi in, TNI yang dipimpin oleh Divisi Siliwangi, mengepung wilayah-wilayah yang menjadi basis kekuatan DI/TII dan membatasi gerakkan mereka. Operasi ini dinamakan “pagar betis” karena pasukan TNI mengepung basis-basis pemberontak DI/TII, sehingga membatasi ruang gerak mereka. Akhirnya pada 4 Juni 1962, Kartosuwiryo berhasil di tangkap di Gunung Geber. Tertangkapnya Kartosuwiryo ini mengakhiri pemberontakan DI/TII di Jawa Barat.
4.3. upaya mengatasi pemberontakan
4.3.1. 1. Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan pendekatan kepada Ibnu Hajar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan diterima menjadi anggota TNI. Ibnu Hajar pun menyerah, akan tetapi setelah menyerah melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi. 2. Pemerintah melakukan tindakan tegas dengan cara menggempur pusat pertahanan gerombolan Ibnu Hajar.