1. aqidah berakar dari kata ‘aqadaya’qidu - ‘aqdan - ‘aqidatan. arti kata ‘aqdan dan ‘aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.
1.1. 1. Menurut Hasan al-Banna : “Aqa’id (bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati(mu), mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan” (Al-Banna, tt., hal. 465).
1.1.1. 1. Ilmu terbagi dua : Ilmu yang dihasilkan oleh indera, dan tidak memerlukan dalil disebut ilmu dharuri. Sedangkan ilmu yang memerlukan dalil atau pembuktian disebut ilmu nazhari. Hal ini dapat di sebut badihiyah segala sesuatu yang kebenarannya perlu dalil pembuktian.
1.1.1.1. 2. Setiap manusia memiliki fithrah mengakui kebenaran (bertuhan), *indera untuk mencari kebenaran, *akal untuk menguji kebenaran * wahyu untuk menjadi pedoman
1.1.1.2. 3. Keyakinan tidak boleh bercampur sedikitpun dengan keraguan. *Syak, yaitu sama kuat antara membenarkan sesuatu atau menolaknya. *Zhan, yaitusalah satu lebih kuat sedikit dari yang lainnya karena ada dalil yang menguatkannya. *Ghalabatuz Zhan cenderung lebih menguatkan salah satu tapi belum bisa menghasilkan keyakinan penuh. *Ilmu, yaitu menerima salah satu dengan sepenuh hati karena sudah meyakini dalil kebenarannya.
1.1.1.3. 4. Aqidah harus mendatangkan ketentraman jiwa.
1.1.1.4. 5. Bila seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
1.1.1.5. 6. Tingkat keyakinan (aqidah) seseorang tergantung kepada tingkat pemahamannya terhadap dalil