1. Agresi Militer Belanda 1 dan 2
1.1. Agresi Militer Belanda 1
1.1.1. Operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatra terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947.
1.1.2. Tujuan utama agresi militer Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan memiliki sumber daya alam, terutama minyak.
1.1.3. Latar Belakang Adanya penolakan pihak Republik Indonesia terhadap tuntutan Belanda. penyelenggaraan gendarmie (keamanan dan ketertiban bersama).
1.1.4. Kronologi
1.1.4.1. Tanggal 3 Juni 1947, Belanda mengeluarkan ultimatum yang sangat membatasi Indonesia sebagai negara yang seharusnya sudah merdeka.
1.1.4.2. Indonesia merespons dengan membuat nota jawaban atas ultimatum Belanda pada 8 Juni 1947.
1.1.4.2.1. Isinya adalah penolakan terhadap ultimatum Belanda. Indonesia menuntut tetap diberikan kebebasan dalam menjalankan pemerintahan sembari berusaha menjalankan isi Perjanjian Linggarjati.
1.1.4.3. Nota jawaban tersebut ditolak oleh Komisi Jenderal Belanda. Perselisihan kedua pihak mencapai puncaknya ketika pada 21 Juli 1947 Belanda melancarkan agresi militer.
1.1.4.4. Belanda mengabaikan seruan masyarakat internasional agar mentaati isi perjanjian Linggarjati dan menghentikan pertikaian dengan Indonesia.
1.1.4.5. Tanggal 1 Agustus 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta agar kedua pihak untuk menghentikan aksi tembak menembak.
1.1.4.6. Tanggal 5 Agustus 1947, Agresi Militer Belanda I dihentikan untuk kemudian kembali membicarakan masalah ini melalui meja perundingan.
1.1.5. Dampak
1.1.5.1. Negatif
1.1.5.1.1. Kekuatan militer Indonesia semakin lemah.
1.1.5.1.2. Wilayah Indonesia semakin sempit.
1.1.5.1.3. Banyak korban dari pihak Indonesia, baik tentara maupun rakyat
1.1.5.1.4. Mempengaruhi perekonomian negara.
1.1.5.1.5. Menganggu stabilitas politik
1.1.5.2. Positif
1.1.5.2.1. Dukungan dunia internasional kepada Belanda merosot.
1.1.5.2.2. Beberapa negara lain mengakui kemerdekaan RI secara de jure
1.1.5.2.3. Indonesia menerima dukungan dan simpati dari dunia internasional.
1.1.5.2.4. Memperkuat posisi Indonesia dalam perjanjian internasional.
1.2. Agresi Militer Belanda 2
1.2.1. Indonesia Menghadapi Agresi Militer Belanda 2
1.2.1.1. Langkah Politik/Diplomasi.
1.2.1.1.1. Delegasi Belanda di Jakarta untuk disampaikan kepada KTN di Yogyakarta. Isi Surat tersebut adalah Belanda tidak terikat lagi dengan isi perjanjian Reville
1.2.1.2. Langkah Militer / Konfrontasi
1.2.1.2.1. Panglima Besar Jenderal Sudirman pada 9 November 1948 telah mengeluarkan perintah perubahan siasat pertahanan, yang terkenal dengan Perintah Siasat Nomor 1. Dalam perintah sisaat tersebut intinya merupakan penjabaran dari Pertahanan Rakyat Semesta. Wehrkreise istilah bahasa Jerman yang berarti lingkaran pertahanan.
1.2.2. Reaksi Dunia Terhadap Agresi Militer Belanda II
1.2.2.1. Negara Asia dan Afrika.
1.2.2.1.1. Tanggal 20-23 Januari 1949, atas prakarsa Perdana Menteri India dan Birma, diselenggarakan Konferensi Asia untuk membahas masalah Indonesia. Konferensi Asia mengeluarkan tiga resolusi untuk penyelesaian konflik antara Indonesia dan Belanda, yang isinya antara lain berupa kecaman keras terhadap agresi militer.
1.2.2.2. Perubahan Sikap Amerika Serikat.
1.2.2.2.1. Amerika Serikat sejak Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya selalu mendukung Belanda. Berdasarkan analisis dari berbagai sumber, Dr. Baskara T. Wardaya (2006), menyampaikan bahwa Amerika Serikat selalu mendukung Belanda untuk menduduki kembali Indonesia.
1.2.2.3. PBB
1.2.2.3.1. Dewan Keamanan PBB segera bersidang pada tanggal 24 Januari 1949 sebagai reaksi terhadap Agresi Militer Belanda II sekaligus tanggapan terhadap desakan negara-negara Asia dan Afrika dalam pertemuan di New Delhi (India).
1.2.2.4. PMI
1.2.2.4.1. Salah satu upaya yang cukup mendapat perhatian karena berakhir dengan sangat tragis adalah upaya mengirimkan bantuan melalui jalur udara dengan menggunakan pesawat ringan bertanda Palang Merah Internasional yang berakhir dengan kegagalan karena pesawat tersebut ditembak jatuh oleh pesawat tempur Belanda saat akan mendarat di lapangan udara Magoewo di Yogyakarta.
1.2.3. Latar Belakang
1.2.3.1. Latar belakangnya adalah adanya pengingkaran Belanda atas hasil perjanjian Renville
1.2.4. Tujuan
1.2.4.1. Menghancurkan status Republik Indonesia sebagai kesatuan negara.
1.2.4.2. Menguasai Ibukota sementara Indonesia yang saat itu berada di Yogyakarta.
1.2.4.3. Menangkap pemimpin-pemimpin pemerintahan Indonesia.
1.2.5. Kronologi
1.2.5.1. pada 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio Antara dari Jakarta menyebutkan bahwa besok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan menyampaikan pidato yang penting.
1.2.5.2. Belanda mulai menyerang Yogyakarta secara mendadak pada Minggu pagi 19 Desember 1948. Belanda menyerang Yogyakarta melalui jalur darat dan udara.
1.2.5.3. Angkatan Udara dan pasukan terjun payung dikerahkan oleh Belanda untuk membombardir lapangan terbang Maguwo dan kawasan timur kota Yogyakarta.
1.2.5.4. Pada sore hari 19 Desember 1948, Yogyakarta berhasil dikuasai oleh Belanda dan Istana pemerintah Indonesia dapat ditaklukan.
1.2.5.5. Belanda melakukan penangkapan terhadap pemimpin tertinggi negara seperti Soekarno, Moh Hatta, Agus Salim dan jajaran kabinet yang berada di Istana
1.2.5.6. sebelum diasingkan Presiden Soekarno memberikan surat kuasa kepada Syafrudin Prawiranegara yang berada di Bukittinggi untuk mendirikan pemerintahan darurat.
1.2.5.7. Belanda melakukan beberapa strategi untuk menghadapi bangsa Indonesia yang mulai ditetapkan pada akhir tahun 1948 yang dikenal sebagai strategi tiga sisi.
1.2.5.7.1. Pertama, Belanda berharap dengan menerapkan kekuatan militer secukupnya agar dapat menghancur leburkan Republik dan Militer Indonesia secara menyeluruh.
1.2.5.7.2. Kedua, menjadikan bangsa Indonesia sebagai Negara Federal Serikat demi melaksanakan program pemecah belah bangsa atau politik adu domba (devide et impera).
1.2.5.7.3. Ketiga, Belanda berharap bangsa Indonesia akan mendapatkan sanksi internasional melalui pemberian kedaulatan pada federasi Indonesia yang dikuasai oleh Belanda secara tidak langsung.
1.2.5.8. Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Indonesia.
1.2.5.8.1. Operasi tersebut dinamakan ‘Operasi Kraai’.
1.2.5.9. Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville.
1.2.5.10. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik Indonesia terjadi di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibu Kota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II telah dimulai.
2. Dampak Perjanjian Diplomasi
2.1. Dampak Perjanjian Lingar jati
2.1.1. New Material
2.2. Dampak Perjanjian Renville
2.2.1. Semakin menyempitnya wilayah Republik Indonesia karena sebagian wilayah Republik Indonesia telah dikuasai pihak Belanda.
2.2.2. Dengan timbulnya reaksi kekerasan sehingga mengakibatkan Kabinet Amir Syarifuddin berakhir karena dianggap menjual Negara terhadap Belanda.
2.2.3. Diblokadenya perekonomian Indonesia secara ketat oleh Belanda
2.2.4. Republik Indonesia harus memakasa menarik mundur tentara militernya di daerah gerilya untuk ke wilayah Republik Indonesia.
2.2.5. Untuk memecah belah republik Indonesia, Belanda membuat negara Boneka, antara lain negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara jawa Timut.
2.3. Dampak KMB
2.3.1. Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia
2.3.2. Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan dapat segera dimulai
2.3.3. Irian Barat belum bisa diserahkan kepada RIS
2.3.4. Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita - cita proclamas kemerdekaan
2.4. Dampak Perjanjian Roem Royen
2.4.1. Soekarno dan Mohammad Hatta kembali ke Yogyakarta dari pengasingan pada 6 Juli 1949.
2.4.2. Penyerahan mandat kepresidenan kepada Soekarno oleh Syafruddin Prawiranegara (Ketua PDRI atau Pemerintahan Darurat Republik Indonesia).
2.4.3. Gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia.
2.4.4. Dilaksanakannya KMB di Den Haag, Belanda.
3. Perjuangan Fisik
3.1. Pertempuran Surabaya
3.1.1. Kedatangan tentara Inggris di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945, dibawah pimpinan Brigadir Jenderal Mallaby.
3.1.2. tanggal 27 Oktober 1945 tentara Inggris mulai menduduki gedung pemerintahan, yang dipertahankan oleh rakyat dan pemuda Indonesia sehingga terjadi pertempuran
3.1.3. Tanggal 29 Oktober 1945 atas permintaan Letnan Jenderal Christison, Presiden Soekarno terbang ke Surabaya untuk menghentikan pertempuran.
3.1.4. Pada tanggal 31 Oktober 1945 tersiarlah berita bahwa Brigadir Jendral Mallaby hilang kemudian ternyata terbunuh. Karena tidak dapat menangkap pembunuhnya
3.1.5. pada tanggal 9 November 1945 Mayor Jenderal Manserg dengan surat sebaran menyampaikan ultimatum.
3.1.6. Sampai tangal 10 November 1945, jam 06.00 pagi tidak ada seorang pun dari bangsa Indonesia yang datang menyerahkan diri. Saat itu jugalah mengguntur dentuman meriam-meriam Inggris yang dimuntahkan pelurunya di kota Surabaya.
3.2. Perang Ambarawa
3.2.1. Perang ini adalah peristiawa perlawanan rakyat Indonesia terhadap sekutu Inggris dan Belanda yang terjadi di Ambarawa, sebelah Selatan Semarang, Jawa Tengah.
3.2.2. Perang dimulai pada 20 November 1945, berlangsung selama 25 hari, dan berakhir pada 15 Desember 1945.
3.3. Perang Aceh
3.3.1. Perang Aceh terjadi karena ambisi Belanda yang ingin menguasai seluruh wilayah Nusantara pada abad ke-19 Masehi.
3.3.2. Proses dan Fase
3.3.2.1. Perang Aceh I (1873-1874)
3.3.2.1.1. perang diawali pada 26 Maret 1873, ketika geladak kapal komando Citadel van Antverpen secara resmi memaklumkan perang terhadap Kerajaan Aceh Darussalam.
3.3.2.1.2. pada 6 April 1873 pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jenderal J.H.R.Kohler berlabuh di Pantai Ceureumen, Aceh Barat.
3.3.2.1.3. pasukan Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Mahmud Syah
3.3.2.2. Perang Aceh II (1874-1880)
3.3.2.2.1. Ekspedisi Aceh II oleh Belanda dipimpin oleh Jenderal Jan van Swieten.
3.3.2.2.2. perang fase kedua yang dipimpin oleh Tuanku Muhammad Dawood.
3.3.2.3. Perang Aceh III (1881-1896)
3.3.2.3.1. para pejuang Aceh seperti Teuku Umar, Cik Ditiro, Panglima Polim, dan Cut Nyak Dien berhasil memobilisasi rakyat Aceh untuk melakukan perang gerilya melawan Belanda.
3.3.2.3.2. Pada 1891, Christiaan Snouck Hurgronje yang merupakan ahli bahasa Arab dan Islam yang juga penasihat untuk urusan adat dari pemerintah kolonial datang ke Aceh.
3.3.2.3.3. Peran Snouck Hurgronje menjadikan pasukan Belanda lebih terbantu, karena ia menggunakan siasat menyerang dari dalam yang nantinya membuahkan hasil gemilang.
3.3.2.3.4. Teuku Umar, dikabarkan menyerah kepada Belanda. Namun, itu ternyata hanya taktik semata untuk memperlemah kekuatan lawan.
3.3.2.4. Perang Aceh IV dan Akhir (1896-1910)
3.3.2.4.1. Dipimpin Cut Nyak Dien, istri Teuku Umar, dengan dibantu oleh pejuang wanita bernama Pocut Baren, rakyat Aceh terus melakukan perlawanan.
3.3.2.4.2. Teuku Umar yang kembali bergabung dengan pasukan Aceh. Sayangnya, pada 11 Februari 1899, Teuku Umar gugur di Meulaboh.
3.3.2.4.3. Tahun 1905, Cut Nyak Dien berhasil ditangkap dan kemudian wafat pada 1910. Kematian Cut Nyak Dien pun menjadi penanda berakhirnya Perang Aceh.
3.4. Perang Medan Area
3.4.1. Latar Belakang
3.4.1.1. pertempuran Medan area diawali dengan kedatangan pasukan Sekutu pada 9 Oktober 1945 di Sumatra Utara. Pasukan tersebut dipimpin oleh Brigadir Jenderal T. E. D Kelly.
3.4.1.2. Sekutu membawa satu brigade, yaitu Brigade 4 dari Divisi India ke-26.
3.4.1.3. Brigadir itu didukung oleh orang-orang Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang diam-diam dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan Indonesia.
3.5. Perang Bandung Lautan Api
3.5.1. Bandung Lautan Api diawali dengan datangnya pasukan Sekutu/Inggris pada 12 Oktober 1945.
3.5.2. Beberapa pekan setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, pasukan Sekutu yang tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) datang ke Indonesia usai memenangkan Perang Dunia II melawan Jepang.
3.5.3. Kronologi
3.5.3.1. Pasukan Sekutu mulai melancarkan propaganda. Rakyat Indonesia diperingatkan agar meletakkan senjata dan menyerahkannya kepada Sekutu.
3.5.3.2. Angkatan perang RI merespons dengan melakukan penyerangan terhadap markas–markas Sekutu di Bandung bagian utara, termasuk Hotel Homan dan Hotel Preanger yang menjadi markas besar Sekutu, pada malam tanggal 24 November 1945.
3.5.3.3. Pada 27 November 1945, Kolonel MacDonald selaku panglima perang Sekutu sekali lagi menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat, Mr. Datuk Djamin, agar rakyat dan tentara segera mengosongkan wilayah Bandung Utara.
3.5.3.4. Peringatan yang berlaku sampai tanggal 29 November 1945 pukul 12.00 harus dipenuhi. Jika tidak, maka Sekutu akan bertindak keras.
3.5.3.5. Tanggal 17 Maret 1946, Panglima Tertinggi AFNEI di Jakarta, Letnan Jenderal Montagu Stopford, memperingatkan kepada Soetan Sjahrir selaku Perdana Menteri RI agar militer Indonesia segera meninggalkan Bandung Selatan sampai radius 11 kilometer dari pusat kota.
3.5.3.6. pada 24 Maret 1946 pukul 10.00, Tentara Republik Indonesia (TRI) di bawah pimpinan Kolonel A.H. Nasution memutuskan untuk membumihanguskan Bandung.
3.5.3.7. TRI merencanakan pembakaran total pada 24 Maret 1945 pukul 24.00, namun rencana ini tidak berjalan mulus karena pada pukul 20.00 dinamit pertama telah meledak di Gedung Indische Restaurant.
3.5.3.8. Lantaran tidak sesuai rencana, pasukan TRI melanjutkan aksinya dengan meledakkan gedung-gedung dan membakar rumah-rumah warga di Bandung Utara.
4. Perjanjian Diplomasi
4.1. Perjanjian Linggar Jati
4.1.1. Latar Belakang Perjanjian Linggar Jati
4.1.1.1. disebabkan oleh Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan 'status quo' di Indonesia. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda.
4.1.2. Tokoh :
4.1.2.1. Delegasi Indonesia
4.1.2.1.1. Soetan Sjahrir, A.K. Gani, Amir Sjarifuddin, Soesanto Tirtoprodjo, Mohammad Roem, dan Ali Boediardjo
4.1.2.2. Delegasi Belanda
4.1.2.2.1. Hubertus vanMook dan Prof. Dr. Ir. W. Schermerhorn
4.1.2.3. Delegasi Ingrris
4.1.2.3.1. Lord Inverchapel dan Lord Killearen
4.1.3. Isi Perjanjian Linggar Jati
4.1.3.1. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura.
4.1.3.2. Belanda sudah harus meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949
4.1.3.3. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negeri Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS), yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia (RI).
4.1.3.4. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.
4.1.4. Pertemuan - Pertemuan
4.1.4.1. Pertemuan pertama dilangsungkan pada 23 Oktober 1945 di Jakarta oleh perwakilan RI dan NICA. Namun gagal mencapai kesepakatan.
4.1.4.2. Pertemuan kedua digelar pada 13 Maret 1946 yang berlanjut tanggal 16-17 Maret 1946 dan menghasilkan naskah yang dikenal dengan sebutan Batavia Concept atau Rumusan Jakarta.
4.1.4.3. disepakati melalui rumusan naskah persetujuan pendahuluan yang ditandatangani oleh Soetan Sjahrir dan Hubertus van Mook (Gubernur Jenderal Hindia Belanda terakhir) pada 30 Maret 1946.
4.2. Perundingan Renville
4.2.1. Kapan Perjanjian Renville Terjadi
4.2.1.1. terjadi pada tanggal 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral USS Renville, yang berlabuh di Jakarta.
4.2.2. Tokoh :
4.2.2.1. Komisi Tiga Negara: Ketua: Frank Graham (Amerika Serikat) Anggota: Paul van Zeeland (Belgia), Richard Kirby (Australia)
4.2.2.2. Indonesia: Ketua: Amir Syarifuddin Anggota: Ali Sastroamidjojo, Haji Agus Salim, Dr. J. Leimena, Dr. Coa Tik Len, Nasrun
4.2.2.3. Belanda: Ketua: R. Abdulkadir Wijoyoatmojo Anggota: Mr. H.A.L van Vredenburgh, Dr. P.J Koets, Mr. Dr. Chr. Soumokil
4.2.3. Hasil Perundingan Renville
4.2.3.1. Belanda akan tetap berdaulat hingga terbentuknya RIS atau Republik Indonesia Serikat.
4.2.3.2. RIS atau Republik Indonesia Serikat memiliki kedudukan sejajar dengan Uni Indonesia Belanda.
4.2.3.3. Belanda dapat menyerahkan kekuasaannya ke pemerintah federal sementara, sebelum RIS terbentuk.
4.2.3.4. Negara Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat.
4.2.3.5. Enam bulan sampai satu tahun, akan diadakan pemilihan umum dalam pembentukan Konstituante RIS.
4.2.3.6. Setiap tentara Indonesia yang berada di daerah pendudukan Belanda harus berpindah ke daerah Republik Indonesia.
4.3. Perjanjian Roem Royen
4.3.1. Kapan Perjanjian Roem Royen Terjadi ?
4.3.1.1. Perjanjian ini dimulai dari tanggal 14 April 1949 dan akhirnya disepakati dan ditandatangani pada 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta.
4.3.2. Latar Belakang Perjanjian Roem Royen ?
4.3.2.1. Karena adanya serangan Belanda ke Yogyakarta dan juga berhasilnya Serangan Umum I yang dilakukan pasca proklamasi kemerdekaan. Selain itu, Belanda juga menahan para pemimpin Indonesia dan menuai kecaman dunia internasional, terutama Amerika Serikat dan Dewan PBB.
4.3.3. Peserta :
4.3.3.1. Delegasi Indonesia
4.3.3.1.1. Dipimpin oleh Mohammad Roem, dengan anggota Ali Sastroamijoyo, Dr. Leimena, Ir. Djuanda, Prof. Supomo, dan Laturharhary. Perundingan ini diperkuat juga dengan kehadiran Drs. Moh. Hatta dan Sri Sultan Hamengkubowono IX.
4.3.3.2. Delegasi Belanda
4.3.3.2.1. Dipimpin oleh Dr. J. H. van Royen, dengan anggota Blom, Jacob, dr. Van, dr. Gede, Dr. P. J. Koets, Van Hoogstratendan, Dr. Gieben.
4.3.3.3. Unci
4.3.3.3.1. Dipimpin oleh Merle Cochran dari Amerika Serikat, dibantu Critchley dari Australia dan Harremans dari Belgia.
4.3.4. Isi Perjanjian Roem Royen :
4.3.4.1. Indonesia menghentikan perang gerilya.
4.3.4.2. Indonesia bekerja sama mengembalikan keamanan.
4.3.4.3. Belanda menyetujui pengembalian pemerintahan RI ke Yogyakarta.
4.3.4.4. Belanda menghentikan operasi militer dan membebaskan semua tahanan perang dan politik.
4.3.4.5. Belanda menyetujui Republik Indonesia sebagian dari NIS (Negara Indonesia Serikat).
4.3.4.6. Belanda menyerahkan kedaulatan pada Indonesia secara utuh dan tak bersyarat.
4.3.4.7. Belanda memberikan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban pada Indonesia.
4.3.4.8. Belanda sesegera mungkin mengadakan KMB dan Indonesia akan menghadirinya.
4.4. Konferensei Meja Bundar (KMB) dan Pengakuan Kedaulatan
4.4.1. Kapan Konfrensi Meja Bundar Terjadi?
4.4.1.1. Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustus hingga 2 November 1949 antara perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO),yang mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia.
4.4.2. Peserta KMB
4.4.2.1. Ketua KMB : Willem Drees
4.4.2.2. Delegasi RI : Dr. (HC) Drs. H. Mohammad Hatta
4.4.2.3. Delegasi Belanda : Johannes Henricus van Maarseveen
4.4.2.4. Unci : Thomas Kingston Critchley
4.4.3. Isi KMB
4.4.3.1. Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
4.4.3.2. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
4.4.3.3. Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS.
4.4.3.4. Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang dikepalai Raja Belanda.
4.4.3.5. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet (kapal perang kecil) akan diserahkan kepada RIS.
4.4.3.6. Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa para anggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.
4.4.4. Masalah Saat KMB
4.4.4.1. Masalah istilah pengakuan kedaulatan dan penyerahan kedaulatan.
4.4.4.2. Masalah Uni Indonesia-Belanda.
4.4.4.3. Masalah hutang